Nasional

Perdalam Keterlibatan Anak Bupati Klaten, KPK Awasi 10 Wilayah Rawan Suap Jabatan

Febri Diansyah Juru Bicara KPK. Foto : Istimewa

JAKARTA, faktualnews,co – Andy Purnomo anak sulung Bupati Klaten Sri Hartini yang terjerat tertangkap OTT KPK dalam kasus suap jabatan , terus didalami keterlibatannya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Andy sendiri saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPRD Klaten.

Andi juga telah dimintai keterangan oleh penyidik KPK, terkait penemuan uang senilai Rp 3 miliar di rumah dinas ibunya. “Temuan sejumlah uang saat penggeledahan menjadi salah satu aspek yang diulas,” ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, melalui pesan pendek, Selasa, (17/1/2017) dilansir tempo.

Sebagaimana diketahui, saat penggeledahan di rumah dinas Bupati Klaten setelah operasi tangkap tangan akhir tahun lalu, penyidik KPK menemukan uang Rp 3 miliar di kamar yang diduga ditempati Andy. Selain itu, penyidik menemukan uang Rp 200 juta di kamar Sri. Sebelum penggeledahan itu, penyidik sudah lebih dulu menyita Rp 2 miliar dari tangan Sri.

Dalam perkara ini, Sri diduga “memperdagangkan” promosi jabatan di Pemerintah Kabupaten Klaten. Harganya beragam, dari staf tata usaha yang dibanderol Rp 15 juta hingga eselon IV yang dibanderol Rp 400 juta.

Penyidik sendiri telah mengantongi daftar sumber uang lebih dari Rp 5 M yang diduga berasal lebih dari satu orang tersebut. Namun penyidik masih enggan menyebut secara rinci darimana saja sumber uang itu.

Selain mengorek soal duit, penyidik mendalami peran Andy dalam perkara jual-beli jabatan ini. Selama pemeriksaan kemarin, ia dicecar mengenai proses pengisian jabatan di Pemerintah Kabupaten Klaten. Penyidik juga mengaku uang yang disita itu berasal lebih dari satu perantara dan pengepul. Para perantara itu bertugas mengkoordinasi orang-orang yang menginginkan promosi jabatan di pemerintah daerah. Sedangkan pengepul bertugas mengumpulkan uang.

Meski demikian, Febri menandaskan, tak semua pejabat yang “membeli” jabatan bertransaksi melalui perantara. “Pihak penerima ini tidak mungkin kerja sendiri. Jabatan yang diisi itu jumlahnya sangat banyak,” ujarnya.

Hingga saat ini, KPK baru menetapkan dua tersangka dalam perkara tersebut. Mereka adalah Sri Hartini dan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten Suramlan.

Berkaca dari kasus jual beli jabatan yang menjerat Sri, KPK sendiri telah menlakukan pengawasan ketat pada sejumlah daerah yang dianggap rawan korupsi, termasuk praktek jual-beli jabatan. Setidaknya ada sepuluh daerah yang menjadi prioritas pengawasan, yaitu Aceh, Papua, Papua Barat, dan Riau. Selain itu, Banten, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, serta Sulawesi Tengah.

Hal ini disampaikan terpisah oleh Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Menurutnya, Aceh, Papua, Papua Barat, Riau, Banten, dan Sumatera Utara termasuk prioritas pengawasan sejak 2016. Daerah itu dianggap rawan korupsi karena memiliki anggaran daerah otonomi khusus yang besar. Apalagi daerah tersebut pernah dipimpin kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. “Empat daerah lainnya karena minta pengawasan kami,” kata Pahala.

Kendati demikian, bukan berarti KPK melonggarkan pengawasan terhadap daerah lain. Sebab, jual-beli jabatan disinyalir terjadi di hampir semua daerah. “Unsur suap jual-beli jabatan terjadi di 90 persen pemerintah daerah di Indonesia,” ujarnya.

Pahala mengatakan, dalam waktu dekat, timnya akan bertemu dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kementerian Dalam Negeri untuk membahas pencegahan suap-menyuap jabatan. KPK menawarkan sistem pemantauan penunjukan jabatan pemimpin tinggi di daerah.

Saat ini sebenarnya telah ada persyaratan penempatan jabatan, tapi kerap dilanggar. Kepala daerah biasa mengganti pejabat hanya berdasarkan penilaian subyektif. Hal itu yang membuka ruang jual-beli jabatan dan korupsi. “Kami akan minta Kementerian Keuangan menahan atau menghentikan anggaran daerah bila penunjukan jabatan pimpinan tinggi dilanggar,” tutur Pahala.

Guna mendukung kebijakan KPK ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara berencana mengajukan RUU system pengawasan Internal Pemerintah yang mengatur independensi inspektorat daerah. Kemenpan menilai sistem koordinasi inspektorat yang berada di bawah kepala daerah menjadi penyebab mandulnya kontrol internal. mengatur independensi inspektorat daerah,

Kementerian sendiri telah mengirim surat permintaan kepada Presiden Joko Widodo untuk membuat aturan setingkat peraturan presiden atau instruksi presiden mengenai aparat pengawasan intern pemerintah. “Dalam aturan itu, kami akan meminta inspektorat daerah melapor ke pusat tentang hasil temuannya secara berkala,” ucap Sekretaris Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Didid Noordiatmoko.kata Didid.(tmp/san)