Ekonomi

Heboh Antraks, Permintaan Daging Sapi di RPH Turun 50 Persen

Peternak sapi di Kota Mojokerto yang mengaku omzetnya menurun pasca ditemukan di wilayah Kulon Progo.faktualnews/Ivin

MOJOKERTO, faktualnews.co – Ditemukannya kasus antraks di wilayah Kulon Progo, Jawa Tengah, menimbulkan dampak negatif pada peternak sapi di Kota Mojokerto, Jawa Timur. Mereka mengaku, omzet pemotongan hewan ternaknya mengalami penurunan hingga 50 persen.

Feri Ariawan, (30), salah seorang peternak sapi mengatakan yang juga tukang jagal sapi mengatakan, sejak kasus ditemukannya kasus antrask di wilayah Kulon Progo, Jawa Tengah, merebak dimedia, omzet penjualan daging sapinya menurun drastis. Ia mengatakan, jumlah permintaan daging dipasaran terjun bebas.

”Turun sekarang, gara-gara ada kasus antraks di Jawa Tengah itu. Kalau sehari biasanya potong 6 ekor sapi sekarang paling 3-4 ekor tiap harinya,” katanya kepada awak media saat ditemui di Rumah Potong Hewan (RPH) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Mojokerto, Rabu (25/1/2017).

Selain itu, dampak ditemukannya kasus antraks membuat harga sapi semakin melabung. Untuk sapi jantan jenis limosin siap potong, harga dipasaran kini mencapai Rp28 hingga Rp30 juta. Hal itu tentunya membuat harga daging sapi ikut merangkak naik sehingga daya beli masyarakat juga mengalami penurunan yang cukup signifikan.

”Sekarang harga daging dari RPH Rp120 ribu perkilogramnya. Kalau dipasar antara Rp 125 ribu hingga Rp130 ribu. Kalau biasanya sehari bisa jual 1 kuintal daging segar, sekarang hanya sekitar 60 sampai 70 kilogram perhari, karena memang susah untuk mendapatkan sapi jantan,” tambahnya.

Padahal, sapi-sapi yang dipotongnya, tidak satupun yang berasal dari wilayah endemis antraks, yakni Kulon Progo, Sleman, Boyolali dan Kabupaten Semarang. Feri mengaku, bahwa semua hewan yang dipotong di RPH UPT Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Mojokerto, berasal dari wilayah Jawa Timur.

”Sejak dulu kami memang tidak pernah mengambil sapi dari luar Jawa Timur. Biasanya, sapi yang ada disini itu dari wilayah, Jombang, Kediri, dan Mojokerto sendiri. Para peternak disini tidak mau sapi dari daerah Jawa Tengah karena disana itu wilayah endemis virus antraks,” terangnya.

Feri berharap, ada langkah yang diambil oleh pemerintah Kota Mojokerto sehingga masyarakat tidak lagi takut untuk mengkonsumsi daging sapi. Sehingga daya beli masyarakat bisa kembali pulih seperti semula.(ivi/san)