Pendidikan

Disdik Jombang Himbau Hentikan Permainan Skip Challenge, Orang Tua dan Guru Harus Mengawasi Anak

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang, dr Budi Nugroho. FaktualNews.co/Istimewa

JOMBANG, FaktualNews.co – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Jombang, Jawa Timur merespon fenomena Skip Challenge yang ramai diperbincangkan di media sosial (medsos). Permainan yang sekarang mulai marak di kalangan remaja itu dinilai membahayakan karena bisa merusak sel tubuh termasuk otak.

Skip challenge atau pass out challenge merupakan permainan yang fenomenal di medsos. Permainannya dengan cara menekan dada sekeras kerasnya selama beberapa waktu. Hal ini akan menyebabkan anak tersebut kejang dan pingsan. Setelah beberapa saat anak akan siuman.

Terkait hal ini, Kepala Disdik Kabupaten Jombang, dr Budi Nugroho mengatakan, pihaknya sudah mempelajari model permainan tersebut. Hingga akhirnya mengetahui bahwa skip challenge membahayakan bagi pelajar. “Kami sudah mengetahui informasi permainan itu. Ternyata, setelah kami pelajari dan lihat video permainannya yang beredar di medsos, itu membahayakan,” ujarnya kepada FaktualNews.co, Sabtu (11/3/2017).

Budi pun menegaskan, meskipun belum menerima surat intruksi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Disdik Provinsi Jatim, pihaknya meminta semua pihak saling mengawasi pelajar supaya tidak memainkan skip challenge.

“Sementara yang beredar, skip challenge ini biasanya dimainkan remaja usia SMA. Bahkan di video yang beredar, itu anak berseragam SMA. Tapi, tidak menutup kemungkinan pelajar SMP sederajat maupun SD bisa saja memainkan tersebut. Jadi, kami menghimbau pihak sekolah dan orang tua yang dekat dengan anak-anak mengawasi hal itu, jangan sampai skip challenge menjadi kebiasaan yang dimainkan anak-anak,” tandas Budi yang juga mantan Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Jombang tersebut.

Sementara itu, dikutip dari CNN Indonesia.com, dr Nastiti Kaswandani dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI di Menteng, Jakarta Pusat mengatakan, skip challenge ini menjadi berbahaya karena mereka diharuskan menghambat jalur pernapasannya dengan sengaja.

“(Dengan permainan tersebut) Anak dibuat tidak bagus jalan pernapasannya. Segala hal yang membuat orang jatuh pada kondisi kekurangan oksigen itu berbahaya,” ujar dr Nastiti Kaswandani dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/3).

Saat dada ditekan dengan kuat, pembuluh darah besar akan tertekan dan menghambat aliran darah beroksigen ke otak. Hal ini akan menyebabkan orang akan kejang dan pingsan.

Terhambatnya oksigen ke otak ini disebut sebagai hypoxic-anoxic brain injury (HAI). Selain menyebabkan masalah seketika (sesak napas dan lainnya), aksi ini juga menyebabkan efek jangka panjang untuk tubuh. Aksi ini akan menyebabkan kematian sel tubuh, masalah penglihatan, kerusakan fungsi motorik tubuh.

Kejang, sesak napas, dan lainnya hanyalah efek kejang karena kekurangan oksigen dalam waktu singkat dan bisa ‘diterima’ tubuh. Namun Nastiti mengatakan, jika tubuh terlalu lama tak mendapat asupan oksigen, maka sel tubuh mulai rusak.

Kematian sel bisa terjadi setelah beberapa menit kekurangan oksigen dan menyebabkan berbagai masalah tubuh. Misalnya, kerusakan dan kematian sel di area mata akan mengganggu penglihatan, sedangkan kematian sel motorik akan menyebabkan gangguan fungsi motorik.

Gangguan pada fungsi motorik ini akan sangat berbahaya bagi pelaku. Pasalnya gangguan motorik ini akan menyebabkan cedera serius pada si penerima tantangan karena mereka tidak bisa mengontrol tangan dan kaki untuk menghindari benda-benda saat mereka jatuh pingsan. Hal ini yang menyebabkan mereka punya banyak luka biasa maupun serius di berbagai anggota tubuh.

Hal yang lebih berbahaya akan terjadi jika sel otak dan sel tubuh lain yang tidak bisa diperbaiki ikut rusak. Beberapa masalahnya antara lain gejala stroke sampai gangguan kecerdasan. Hal ini juga bisa berujung pada kematian.

“Kalau masih dalam waktu sebentar sehabis pingsan mungkin akan sadar lagi. Sama saja jika kita menahan napas untuk menyelam. Yang sulit itu jika kebablasan,” tuturnya.

Nastiti mengatakan, dalam kondisi normal, manusia bisa menahan napas rata-rata sekitar 90 detik sampai maksimal empat menit.

Nastiti mengatakan, tidak ada keuntungan  bagi yang melakukan skip challenge. Terkait hal ini, dikatakannya, perlu ada peran serta orang tua dan guru di sekolah untuk lebih waspada pada permainan modern yang populer di media sosial.

“Fenomena media sosial berpengaruh, skip challenge tidak ada keuntungannya sama sekali. Orang tua dan guru harus ikuti situasi berkembang kalau dia tidak ikuti media sosial susah juga,” ucapnya. (oza/oza)

[box type=”shadow” ]

BACA JUGA :

[/box]