FaktualNews.co

Melawan Privatisasi Air di Kota Santri (2)

Fokus Investigasi     Dibaca : 4090 kali Penulis:
Melawan Privatisasi Air di Kota Santri (2)
melawan privatisasi air di kota santri. FaktualNews.co
melawan privatisasi air di kota santri

melawan privatisasi air di kota santri. FaktualNews.co

 

FaktualNews.co – Aqua Golden Mississippi didirikan pada tahun 1973 oleh Tirto Utomo di mana pabrik pertamanya terletak di Pondok Ungu, Bekasi, Jawa Barat. Pabriknya sendiri bernama Golden Mississippi dengan kapasitas produksi enam juta liter per tahun. Awalnya Aqua bernama Puritas, namun berganti nama atas saran Eulindra Lim, konsultan Tirto Utomo. Produksi pertama Aqua diluncurkan dalam bentuk kemasan botol kaca ukuran 950 ml dengan harga jual Rp. 75, hampir dua kali lipat harga bensin yang ketika itu bernilai Rp. 46 untuk 1.000 ml.

Saat ini, terdapat 14 pabrik yang memproduksi Aqua dengan kepemilikan berbeda-beda (3 pabrik dimiliki oleh PT Tirta Investama, 10 pabrik dimiliki oleh PT Aqua Golden Mississippi, dan pabrik di Berastagi, Sumatera Utara dimiliki oleh PT Tirta Sibayakindo).

Sejak 4 September 1998 PT. Aqua Golden Mississipi menjual sahamnya kepada Danone, sebuah korporasi multinasional yang bergerak dalam produk-produk makanan instan yang bermarkas di Prancis. Hal ini dilakukan agar Aqua mampu menghadapi ketatnya persaingan di bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Dua tahun kemudian, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua.

Untuk saat ini Danone-Aqua merupakan market leader dalam medan persaingan berbagai produk air mineral di Indonesia. Posisinya yang kuat disebabkan oleh faktor Aqua sebagai produk air mineral yang pertama kali hadir di Indonesia serta strategi promosi dan pemasaran yang gencar.

Dengan saham yang mayoritas 74 persen dikuasai Danone, Aqua semakin percaya diri untuk terus mengekspansi berbagai kawasan dengan sumber mata air alami yang baik. Tentu saja tujuan utamanya adalah profit untuk mengakumulasikan modalnya. Danone-Aqua melalui PT. Tirta Invesatama berencana memulai mengeksploitasi air bawah tanah kawasan Desa Grobogan Kecamatan Mojowarno, bahkan diketahui selain di Kecamatan Mojowarno perusahaan ini juga merencanakan eksploitasi air di Kecamatan Wonosalam, dan Kecamatan Bareng.

Bagi warga Grobogan, upaya perusahaan PT. Tirta Invesatama yang akan memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) itu akan mengancam kelestarian air bagi petani. Eksplorasi yang dilakukan di Jombang, khususnya di Mojowarno akan berdampak timpangnya ekologi. Apalagi, diketahui daya hisap pemompaan  air tersebut sangat tinggi.

Tingginya penyedotan itu akan berakibat langsung ke masyarakat sekitar. Sumur-sumur masyarakat juga akan terpengaruh. Belum lagi dampak kebakaran hutan yang akan terjadi karena support air ke hutan dari bawah mulai berkurang. Hal itu pernah disampaikan Ketua Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) Jombang, Imamuddin Roichan, Senin (18/2/2013).

Air tanah harus dilindungi karena merupakan sumber kehidupan bagi manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Seharusnya Kabupaten Jombang menjadi pelopor kawasan air tanah lindung di Indonesia. Kawasan di Desa Grobogan Kecamatan Mojowarno, yang nantinya akan dijadikan lokasi eksplorasi, merupakan tempat yang banyak menyimpan peninggalan purbakala. Kalau di wilayah tersebut dieksplorasi, apa jadinya sejarah Jombang nantinya.

Sejak tahun 2013 warga maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jombang melakukan penolakan rencana masuknya perusahaan korporasi multinasional lewat PT. Tirta Investama, dan pada awal tahun itu juga pihak Danone sudah melakukan survei di tiga kecamatan, yakni Mojowarno, Wonosalam, dan Bareng. Tahun 2014 lalu perusahaan tersebut sudah melakukan pembebasan lahan seluas 5,3 hektar untuk pembangunan pabrik di Desa Grobogan. Namun, Aqua-Danone sempat tidak aktif selama kurang lebih 2 tahun ini karena masih belum mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan HO (Hinder Ordonantie) hanya mengantongi Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) dari Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Pada Jumat 13 Maret 2017 Direktur LInK, Aan Anshori menyatakan, ada kekuatan jahat yang sedang mengincar kejernihan air Grobogan dan sekitarnya. Entah dengan cara bagaimana, saya mendengar kabar, kekuatan ini tengah mengincar lahan warga seluas hampir 5 hektar, demi pendirian pabriknya. Itu berarti lahan pertanian warga telah beralih fungsi ke industri.

Minggu 19 Maret 2017 Dekan Fakultas Tekhnik Sipil Unmer Malang, Gunawan Bisono dalam halaqoh ‘Sumber Daya Air Minum Mineral Peluang dan Ancaman’ mengatakan Sumber air yang diambil oleh seseorang dari sumur dan oleh perusahaan air tentu sangat sangat berbeda. Perusahaan air biasanya akan mengambil air dari sumber yang lebih dalam daripada biasanya. Pengambilan air yang demikian, akan menimbulkan ancaman-ancaman tersendiri bagi masyarakat di sekitarnya. Misalnya terjadi pengeringan air yang berkelanjutan jika tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan pengambilan air yang berlaku oleh perusahaan.

Senin 20 Maret 2017 Ketua Kelompok Kerja (Pokja) dari unsur warga setempat mengatakan, hingga kini perusahaan belum memenuhi kesepakatan yang sebelumnya sudah disetujui bersama. Akibatnya, Pokja tidak mau menyerahkan berkas-berkas persyaratan IMB dan HO. Termasuk tanda tangan persetujuan dari warga setempat.

Rabu 29 Maret 2017 Puluhan warga Jombang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Penyelamat Lingkungan (AMPEL), berdemonstrasi menolak pendirian PT Tirta Investama (Danone Aqua) di Desa Grobogan Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Karena, upaya perusahaan yang memproduksi AMDK itu akan mengancam kelestarian air bagi petani dan kehidupan warga setempat dalam jangka panjang.

Senin 3 April 2017 Gerakan Masyarakat Peduli Agraria (Gempar) Kabupaten Jombang, menggelar unjuk rasa menolak eksploitasi lahan pertanian di kota santri dengan beroperasinya perusahan yang memonopoli air berskala internasional DANONE/PT. Tirta Investama di Desa Grobogan juga akan menambah koleksi permasalahan lingkungan di Jombang. Ancaman kerusakan ekologi dan lahan pertanian semakin nyata.

Beberapa kali penolakan warga di Kabupaten Jombang juga sama pernah dilakukan oleh warga Padarincang, Serang, Banten yang menolak eksploitasi air oleh PT. Tirta Investama, Selasa, 21 Desember 2010. Mereka juga sampai mendesak agar Bupati Serang agar mencabut izin pendirian produsen air minum dalam kemasan merk Aqua tersebut.

Pengkampanye Air dan Pangan WALHIE, M Islah menjelaskan, eksploitasi air tanah dalam jumlah besar secara terus menerus menyebabkan terjadinya penurunan tanah atau land subsidence. Pada cekungan air tanah seperti yang akan diekploitasi oleh PT. Tirta Investama di Padarincang, dampaknya lebih buruk lagi karena cekungan air tanah merupakan tempat semua kejadian hidrogeologis

Beberapa alasan warga melakukan penolakan berdirinya perusahaan air minum yang tidak memperhatikan keberlangsungan lingkungan sekitar:

Pelanggaran Konstitusi

Sejak tahun 2010, PBB sudah mengakui Hak Asasi Manusia (HAM) atas air dan sanitasi. Indonesia sendiri ikut mendukung pengakuan tersebut. Sehingga menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhinya, menghormatinya dan yang terpenting  melindunginya dari campur tangan pihak ketiga. Air adalah barang publik, tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas perdagangan

Ini sejalan dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia, baik melalui pasal 33 UUD 1945 maupun pasal 2 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap UU no 7/2004 tentang Sumber Daya Air yang mengukuhkan air sebagai barang publik. Air merupakan res commune dan oleh karenanya harus tunduk pada ketentuan pasal 33 UUD 1945. Sehingga pengaturan air harus masuk dalam sistem hukum publik yang tidak dapat dijadikan objek pemilikan dalam pengertian hukum perdata

Pasal 29 UU Nomor 24 Tahun 2007 mengenai prioritas penggunaan menyatakan bahwa penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.

Dipertegas juga dalam Pasal 50 PP Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, yang menyatakan penyediaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain. Meskipun di dalam UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air juga dijelaskan tentang Hak Guna Air yang terdiri dari Hak Guna Pakai Air (HGPA) dan Hak Guna Usaha Air (HGUA), pada prakteknya HGUA seringkali mengancam keberadaan HGPA.

Ancaman Perusakan Lingkungan

Data milik Bappeda yang bersumber dari dokumen RPJMD Jombang 2014-2018,  menyatakan Kecamatan Mojowarno merupakan salah satu kecamatan yang rawan bencana banjir dan kekeringan, terutama Desa Karanglo, Gondek, Mojojejer, Selorejo, Catakgayam dan Grobogan. Desa Grobogan yang berbatasan langsung dengan kecamatan Bareng dan Wonosalam, dua kecamatan yang menjadi daerah resapan air dari pegunungan Anjasmoro.

Dampak terhadap lingkungan adalah menurunnya debit air dari pegunungan Anjasmoro. Mengingat lereng Gunung Anjasmoro menjadi sumber mata air bagi beberapa sungai yang mengalir ke  Mojoagung, Kesamben, Sumobito, dampaknya akan lebih terasa

Benturan Perda

Dalam Perda Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP) Kabupaten Jombang 3005-2025, dalam lampirannya menyatakan Satuan Sub-Wilayah Pengembangan (SSWP) Mojowarno yang meliputi  wilayah Mojowarno, Bareng dan Wonosalam, memiliki peran sebagai pengembangan kawasan agropolitan.

Dengan  fungsi wilayah sebagai wilayah pengembangan potensi sumber daya alam dan wilayah pengembangan pariwisata, daerah tersebut ditetapkan sebagai  kawasan lindung, konservasi, pertanian abadi dan menyediakan investasi sektor Industri.

Sedangkan Perda Nomor 10 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jombang 2014-2018 dinyatakan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus Mojowarno  Merupakan wilayah pengembangan kegiatan agrobisnis kabupaten. Agrobisnis tersebut mencakup sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan agrowisata.

Kedua Perda tersebut sama-sama menyatakan bahwa Mojowarno adalah kawasan agropolitan, namun bedanya Perda Nomor 7 Tahun 2009 mengakomodasi berdirinya industri, sedangkan Perda Nomor 10 Tahun 2014 tidak menoleransi adanya investasi industri.

Ambisi Danone Menguasai Bisnis AMDK

Pendirian pabrik Aqua di Jombang adalah bagian ambisius dari Danone untuk tetap menguasai pasar Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), mengingat sejak awal 2000-an, beberapa MNC seperti Asahi Group Holdings Ltd yang menggandeng PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk dan Coca – Cola  dengan merek AdeS. Sudah meramaikan persaingan.

Saat ini hampir 40% pasar AMDK dikuasai Danone. Bahkan mereka berencana sampai akhir 2020 sudah memiliki 27 pabrik dengan kapasitas lebih dari 32 miliar liter. Sampai tahun 2017 target 27 pabrik baru terealisasi 19 pabrik. Karena itu mereka terus berusaha agar pabrik di Jombang segera teralisasi.

Atas enam permasalahan ini Pemkab Jombang harus proaktif untuk menyelesaikannya. Legalitas Pabrik Aqua saat ini baru Izin Pemanfaatan Ruang (IPR). Memang pendirian pabrik Aqua akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, namun ssangata kecil.  Tercatat hanya 300 lapangan pekerjaan baru yang akan terserap, sebab pabrik di Jombang masuk skala kecil dengan kapasitas 25 liter/detik

Kompensasi belum beres

Masyarakat Grobogan, Mojowarno, Jombang mengajukan beberapa permintaan di antaranya soal tenaga kerja lokal, dan kompensasi tiap tahunnya. Untuk kompensasi besarnya Rp500 juta pertahun, tetapi Danone melalui PT Tirta Investama menawar Rp260 juta pertahun. Tidak adanya kesepakatan soal ganti rugi ini membuat perundingan menemui jalan buntu.

*)Syaifoel Arief

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Tim Redaksi FN