BENGKULU, FaktualNews.co – Karena tidak mampu menyewa ambulans yang biayanya sebesar Rp 3,2 juta seorang warga Desa Sinar Bulan, Kecamatan Lungkang Kule, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, menyembunyikan jasad bayinya ke dalam tas dan membawanya pulang.
Tidak hanya itu, Pria yang bernama Aspin ini, juga membawa jasad tersebut menggunakan kendaraan umum untuk pulang ke rumahnya.
Kisah pilu ini bermula saat istri Aspin, Sri Sulismi, mengandung anak keempatnya yang divonis mengalami kelainan paru dan jantung, sehingga harus dilakukan operasi caesar.
Pada 5 April 2017, operasi caesar dilakukan di RSUD Kabupaten Kaur menggunakan sistem pembayaran BPJS.
Pada 6 April 2017 bayi harus dirujuk ke RSUD M Yunus di Kota Bengkulu untuk mendapatkan perawatan intensif.
“Bayi kami sempat dirawat satu malam, masuk UGD kemudian dipindahkan ke ruang anak untuk penanganan bayi prematur, lalu tanggal 7 April bayi kami meninggal dunia,” tutur Aspin dikutip Kompas.com, Kamis (13/4/2017).
“Saat bayi dirujuk, istri saya tidak dibawa ke RSUD M Yunus karena harus mendapatkan perawatan di RSUD Kaur,” ucapnya.
Saat hendak membawa jenazah bayi menuju kampung halamannya, Aspin bersama kerabat yang mendampingi menanyakan biaya sewa ambulans ke manajemen rumah sakit.
Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa biaya sewa ambulans sebesar Rp 3,2 juta. “Saya coba tawar, tapi tegas mereka katakan tidak bisa kurang,” ujar Aspin.
BACA JUGA :
Aspin yang tidak memiliki uang cukup, panik bercampur sedih. Dia mencari jalan keluar agar jenazah bayinya bisa dibawa pulang dan dimakamkan.
Aspin akhirnya memasukkan jasad anaknya ke dalam tas pakaian dan pulang ke kampung halamannya menggunakan kendaraan umum.
Sepanjang perjalanan pulang dari Kota Bengkulu menuju Kabupaten Kaur selama 5 jam, Aspin berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis untuk menghindari kecurigaan pengemudi angkutan umum.
Sesampai di kampung halaman, jenazah bayinya itu langsung dikebumikan.
Asisten Pratama Ombudsman RI Kantor Perwakilan Bengkulu, Irsan Hidayat, membenarkan kejadian ini dan telah melakukan verifikasi pada keluarga yang berduka.
Menurut dia, seharusnya kejadian semacam ini tidak terjadi jika rumah sakit bersikap fleksibel.
Secara aturan, apa yang dilakukan pihak rumah sakit diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 18 Tahun 2012 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Namun, tidak semestinya rumah sakit bersikap kaku. “Bila mengacu Pergub memang dikenai biaya, namun pelayanan publik untuk masyarakat, khususnya warga miskin, tidak saklek dan kaku. Harus ada upaya alternatif,” ujar Irsan.
Adapun alternatif tersebut, ia contohkan, pihak rumah sakit dapat berkoordinasi dengan lembaga sosial dan pengusaha yang banyak memiliki fasilitas ambulans gratis, termasuk partai politik.
“Intinya pelayanan publik harus dikedepankan,” kata dia.
Ombudsman akan melakukan koordinasi dengan DPRD, gubernur, dan manajemen rumah sakit untuk mengevaluasi persoalan yang merugikan masyarakat tersebut. (*/rep)