Politik

Partai Pemenang Bukan Jaminan Bisa Menang Pilgub Jatim, Ini Alasannya?

Ilustrasi

 

SURABAYA, FaktualNews.co – Lembaga survei Berpikir Institute menilai partai politik pemenang atau peraih kursi terbanyak di pemilihan legislatif (pileg) 2014 di Jatim, PKB maupun PDIP harus tetap berkoalisi. Meski jumlah kursi PKB di parlemen telah mencukupi, yaitu 20 kursi. PDIP sendiri mengantongi 19 kursi DPRD Jatim.

Direktur Eksekutif Berpikir Institute Romel Masykuri mencontohkan, hasil pileg DPRD Jatim 2004 menghasilkan jumlah kursi PKB sebanyak 31 kursi. Dan diikuti oleh PDIP sebanyak 24 kursi serta Partai Golkar sebanyak 15 kursi. Kemudian hasil pileg DPRD Jatim 2009, dimenangkan Partai Demokrat dengan 22 kursi, diikuti PDIP 17 kursi dan PKB 13 kursi.

“Pada pilgub Jatim 2008, PKB, Partai Golkar, PDIP mengusung kandidat sendiri, tanpa berkoalisi. Hasilnya, perolehan suara mereka kecil dan tidak masuk putaran kedua. Begitu juga dengan pilgub Jatim 2013, PDIP yang tidak melakukan koalisi juga gagal. Nasib PDIP akhirnya sama seperti pilgub 2008,” ujarnya.

Di pilgub 2008, PKB yang mengajukan Achmady-Suhartono (Achsan) hanya menghasilkan suara 8,21 persen. Kemudian PDIP yang mengusung Sutjipto-Ridwan Hisjam (SR) tanpa koalisi hanya menghasilkan 21,19 persen. Pemenang pada pilgub ini adalah Soekarwo-Saifullah Yusuf (Kar-Sa) dengan 26,44 persen yang diusung Demokrat dan PAN.

Sementara di pilgub 2013, PDIP yang mengusung Bambang DH-Said Abdullah (Bambang-Said) tanpa koalisi memperoleh 12,69 persen (2.200.069 suara). Partai Demokrat yang memiliki kursi tertinggi, tapi melakukan koalisi dengan sejumlah partai berhasil keluar sebagai pemenang dan memuluskan pasangan dengan jargon KarSa itu di periode kedua, sebanyak 47,25 persen (8.195.816 suara).

Pengamat politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Novri Susan menambahkan, pertimbangan partai politik harus berkoalisi itu menunjukkan bahwa tidak ada pemenang yang dominan dan mayoritas satu partai saja. “Sebenarnya partai politik di Jatim memang mau tidak mau harus berkoalisi. Komprominya dari berkoalisi ini adalah mengajukan calon pasangan non partai,” kata Novri.

Ditanya mengenai perlukah PKB di pilgub 2018 berkoalisi. Pria yang juga dosen sosilogi FISIP Unair tersebut menegaskan sangat mungkin itu dilakukan. Kendati akan mengusung Ketua DPW PKB Jatim Abdul Halim Iskandar (Pak Halim), tetapi dirinya menyakini bahwa masih butuh koalisi. “Ya nanti mainnya (koalisi, red) bisa religius dengan nasionalis. Kalau religius dengan religius, bisa juga. Asal mereka menyelesaikan konflik internal yang ada. Sebab, selama ini rata-rata diliputi perpecahan,” bebernya.

Diberitakan sebelumnya, gabungan indikator (inkumbensi, popularitas, basis dukungan dan penerimaan partai) diketahui bahwa yang mendapat nilai rata-rata di atas 7 untuk semua indikator hanyalah Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Gus Ipul diproyeksikan layak menjadi kandidat gubernur dengan elektabilitas tinggi dibandingkan lainnya.

Untuk kandidat lain yang tidak mempunyai kesenjangan nilai rata-rata dalam variabel gabungan adalah Azwar Anas, Bambang DH dan Edy Rumpoko. Sedangkan kandidat kuat lain yang interval antar variabel mempunyai kesenjangan adalah Abdul Halim Iskandar, Tri Rismaharini dan Khofifah Indar Parawansa. (beritajatim)