JAKARTA, FaktualNews.co – Dosen ITB, Agus Syihabudin, mengungkap alasan mengapa organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dianggap bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila.
Dia menilai, organisasi yang berdiri di Al-Quds, Palestina pada 1953 itu mempunyai sistem Khilafah.
Khilafah itu intinya seluruh umat Islam harus punya pemimpin yang satu seperti di zaman Nabi dan para Sahabat.
(BACA : HTI Bubar, Projo Jombang Gelar Doa Untuk Bangsa)
Sehingga, seluruh negara harus menyerahkan sistem negara dan kepemimpinannya (dalam ajaran HTI disebut TASLIM) kepada Khalifah yang akan dibentuk.
“Negara-negara yang sekarang ini ada termasuk Indonesia harus dilikwudasi (dibubarkan,-red) karena dianggap menggunakan cara-cara bernegara yang tidak sejalan dengan Islam,” tutur Agus, seperti ditulis tribunnews.com, Selasa (9/5/2017).
Menurut dia, ajaran khilafah itu bukan ajaran Islam, dan menegasi eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
Berkaca selama ini, dia mengklaim, negara Indonesia sudah sejalan dengan nafas dan nilai-nilai Islam.
(BACA : Ketua GP Ansor : Minta Pemerintah Antisipasi Segala Konsekuensi Pembubaran HTI)
“Filsafat negara RI sudah sejalan dengan syariah. Undang-undang dan peraturan yang dibikin di negara RI sebagian besarnya untuk kemaslahatan umat dan itu sudah sesuai dengan syariah,” kata dia.
Padahal, kata dia, di Indonesia yang harus diperbaiki implementasi, tata cara pelaksanaan, dan itu bisa diperbaiki melalui partisipasi semua baik secara personal maupun melalui ormas dan parpol, secara kultural dan melalui strultural.
“HTI bukan mau memperbaiki tata pelaksanaan berkehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi ingin mengganti negara RI karena dianggap sistemnya kafir,” katanya.
Tuduhan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan pancasila dan sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas, tidak tepat sasaran.
(BACA : Pembubaran HTI, Kapolri : Ada Data Kegiatan HTI yang Bertentangan dengan Pancasila)
Ini disampaikan Jurubicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto, dalam jumpa pers di kantor Pusat HTI. (*)