JAKARTA, FaktualNews.co – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan menilai keberadaan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan gerakan trans nasional yang ingin mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila menjadi sistem khilafah. HTI juga dilarang di banyak negara.
“Baik negara-negara demokrasi, negara Islam maupun negara yang berpenduduk mayoritas muslim, antara lain Arab Saudi, Belanda, Malaysia, Turki, Prancis, Tunisia, Denmark, Yordania, Jerman, Mesir, Spanyol, Uzbekistan, Rusia dan Pakistan,” kata Budi seperti diberitakan Merdeka.com, Jumat (12/5/2017).
(BACA : HTI Dibubarkan, Kader NU Jombang Syukuran)
Menurutnya, keberadaan HTI bisa mengancam keamanan dan ketertiban di masyarakat. Aktivitas HTI justru lebih condong pada gerakan politik.
“HTI bukan gerakan dakwah, tapi gerakan politik,” tegas Budi.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto menjelaskan keputusan pemerintah mengusulkan membubarkan HTI. Langkah ini bukan berarti anti-terhadap ormas Islam, namun semata-mata menjaga keutuhan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan Polri akan memberikan sejumlah data kegiatan-kegiatan HTI yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Tito juga menemukan banyak kalangan yang menolak kehadiran HTI.
(BACA : Inilah Alasan Mengapa HTI Dianggap Bertentangan dengan Pancasila)
“Faktanya, baik melalui pernyataan, kegiatan mereka sudah kami kantongi. Selain itu ada banyak aduan dari masyarakat. Banyak sekali masyarakat yang menolak kehadiran HTI,” katanya.
Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto menolak keras tudingan pemerintah bahwa organisasinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Terlebih wacana pembubaran tersebut tidak ada tindakan persuasif semacam teguran tertulis maupun diskusi.
Menurut Ismail, dakwah HTI sudah tersebar di 33 provinsi dan lebih dari 300 kota dan kabupaten. Dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga pun tertulis bahwa HTI merupakan gerakan dakwah berasas Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila.
“Selama 20 tahun lebih berdiri tidak ada kasus hukum yang menyeret HTI,” tuturnya. [*/rep]