KEDIRI, FaktualNews.co – Hanya kerena tidak sanggup membayar uang buku Lembar Kerja Siswa (LKS) dan amal jariyah. Seorang pelajar kelas I MTs Negeri Kandat, Kabupaten Kediri bernama Bayu Wahyudi Pratama tidak bisa mengikuti ujian kenaikan kelas.
Pelajar dari keluarga kurang mampu ini sejak Kamis 11 Mei 2017 sudah tidak sekolah. Orang tuanya terpaksa menandatangani surat pengunduran Bayu karena tak sanggup membayar iuran sebesar Rp 1,650 juta.
Iuran itu terdiri dari pembelian buku LKS semester satu Rp 486 ribu, dan semester Rp 545 ribu dan amal jariyah Rp 600 ribu. Iuran sekolah ini bersifat wajib bagi setiap pelajar sebagai syarat mengikuti ujian kenaikan kelas, pada Senin besok.
(BACA : Konvoi Kelulusan, Pelajar Kocar Kacir Disiram Air Emak-emak)
Siswa yang tidak mampu melunasi iuran sebelum pelaksanaan ujian, maka sekolah tidak akan memberikan kartu ujian. Artinya mereka terpaksa tinggal kelas. “Kalau tidak bisa bayar tidak dapat kartu ujian dan tidak boleh ikut ujian,” kata Bayu dikutip dari beritajatim.com di rumahnya di Dusun Ringin jejer, Desa Jejer, Kecamatan Ponggok, Jumat (12/5/2017).
Di sekolah MTsN Kandat, putra semata wayang Ramidi ini tercatat sebagi pelajar kurang mampu yang memegang kartu indonesia pintar (KIP). Namun, pada semester dua ini, bantuan siswa miskin (BSM) yang mestinya dapat ia gunakan untuk meringankan pembayaran biaya iuran tersebut justru tidak dapat dicairkan.
“BSM yang semester satu dulu bisa cair Rp 400 ribu, tapi sudah habis untuk bayar seragam sekolah. Tapi semester dua ini tidak dicairkan. Teman-teman dipanggil untuk pencairan, tapi saya tidak,” kata Bayu.
(BACA : Khawatir ada Zat Berbahaya, Dinkes Kediri Larang Warga Minum Air SUmur Ambles)
Keputusan berat terpaksa diambil Ramidi, ayah Bayu untuk menandatangani surat pengunduran diri buah hatinya karena masalah ekonomi. Beban hidup setelah bercerai dengan istrinya dan terusir dari rumah, membuat pria 43 tahun ini hanya menggantungkan hidup dari berjualan pentol keliling.
Bahkan, kini mereka hanya bisa tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran Kabupaten Blitar.
“Kalau anaknya masih ingin sekolah. Tapi saya tidak bisa berbuat banyak, karena memang tidak ada dana untuk bayar itu. Ini saja kami masih kontrak rumah satu tahun Rp 1,1 juta. Penghasilan sehari-hari untuk makan,” ucapnya.
Sementara itu, pihak sekolah MTsN Kandat belum bisa memberikan keterangan perihal nasib salah satu siswanya dengan alasan kepala sekolah tidak ada di tempat. Adi, selaku Waka Kurikulum, mengatakan, akan segera melapor kepada kepala sekolah dan dewan guru untuk membahasnya.
Sementara itu, kini Bayu hanya bisa berharap ada kebijaksanakan dari pihak sekolah berupa keringanan biaya atau pembayaran sistem mengangsur agar ia bisa bersekolah lagi dan mengikuti ujian, Senin besok. (*/rep)