FaktualNews.co

Membaca Arah Koalisi dan Calon di Pilbup Jombang 2018

Opini     Dibaca : 3366 kali Penulis:
Membaca Arah Koalisi dan Calon di Pilbup Jombang 2018
Ilustrasi

Ilustrasi

 

Membaca Arah Koalisi dan Calon di Pilbup Jombang 2018

Oleh : Romza

*Redaktur Pelaksana FaktualNews.co

Desas-desus Pemilihan Bupati (Pilbup) dan Wakil Bupati Jombang 2018 semakin “nyaring” di masyarakat. Media massa (online, cetak, Televisi) mulai menyajikan informasi-informasi seputar hajat pesta demokrasi di kota santri yang dijadwalkan 27 Juni 2018 mendatang.

KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) memperkirakan pendaftaran calon bupati (Cabup) dan calon wakil bupati (Cawabup) Jombang pada akhir bulan Januari 2018. Dengan demikian, masih ada waktu sekitar 8 bulanan para aktor politik mempersiapkan kekuatannya. Begitu pula dengan para tokoh yang memiliki keinginan menunjukkan ‘nyali’-nya untuk bertarung dalam Pilbup Jombang tersebut.

Dalam persiapan itu, tentu parpol maupun tokoh yang akan maju menjadi Cabup-Cawabup perlu memperhatikan beberapa poin penting. Diantaranya kewajiban koalisi, kekuatan diri dan parpol pengusung, analisis suara pemilih, dan mesin kampanye.

Kewajiban dan Telaah Arah Koalisi

Salah satu persyaratan normatif yang harus dipenuhi, baik aktor politik yang ada di parpol maupun para calon adalah kewajiban koalisi. Mengingat seluruh parpol di Kabupaten Jombang tidak ada satupun yang bisa mengusung sendiri Cabup-Cawabup. Dengan kata lain, tidak ada parpol yang mencukupi persyaratannya sebagai pengusung tunggal.

Itu karena, sesuai Perppu No 1/2014 tentang Pilkada, syarat minimal parpol atau gabungan parpol pengusung  20% (10) kursi DPRD atau 25% suara. PDI-P sebagai partai pemenang dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 hanya memperoleh 9 kursi dengan 130.137 suara dari total 50 kursi yang diperebutkan. Disusul PKB yang memperoleh 8 kursi dengan 121.574 suara. Urutan ketiga Partai Golkar dengan 7 kursi (115.395 suara).

Kemudian Partai Demokrat 6 kursi (62.376), PKS 5 kursi (59.035 suara), PPP 4 kursi (65.340 suara), Nasdem 4 kursi (38.711), PAN 3 kursi (50.589 suara), Gerindra 2 kursi (36.124 suara), dan Hanura 2 kursi (33.036 suara). Sumber KPUD Jombang.

Berdasarkan fakta tersebut, maka parpol yang memiliki keinginan untuk mengusung Cabup-Cawabup mempunyai kewajiban berkoalisi dengan parpol lain.

Dalam membaca arah koalisi, partai pemenang pemilu seperti PDI-P, kemudian PKB dan Golkar memiliki modal kekuatan kursi di DPRD atau perolehan suara. Untuk memenuhi persyaratan normatif, PDI-P dan PKB hanya butuh satu parpol pemilik kursi untuk bisa dapat tiket pengusung cabup-cawabup. Sedangkan Golkar butuh dua parpol.

Tiga parpol ini (PDI-P, PKB dan Golkar) menjadi ‘pemain utama’ sebagai perajut koalisi dengan modal kursi di DPRD.

Tentu tiga parpol ini tidak hanya mempertimbangkan persyaratan normatif. Namun, kekuatan politik lainnya pasti akan dinilai dalam merajut koalisi. Hal ini, apabila tiga parpol memiliki target untuk menang dalam Pilbup. Jika hanya sebatas sebagai peserta Pilbup, cukup membangun koalisi sebagai persyaratan normatif.

Pertama, salah satu cara membangun koalisi yang sudah dilakukan PDI-P Jombang, pengurus membuka pendaftaran bagi bakal cabup dan bakal cawabup yang mau maju pada Pilbup 2018. Pendaftaran ini sudah dibuka sejak 2 hingga 16 Mei 2017.

Langkah PDI-P ini, dalam pandangan saya ada dua tujuan utama yang bisa dicapai. Pertama ingin menunjukkan kekuatan partai. Kedua, ingin mengetahui nama-nama yang berkeinginan maju dalam Pilbup Jombang 2018.

Sisi lain, secara otomatis PDI-P menggunakan mekanisme itu sebagai penjaringan untuk mendapatkan calon yang berkualitas. Serta memiliki komitmen kuat untuk bertarung dalam Pilbup Jombang. Ini terlihat dari prosedur PDI-P yang akan mewajibkan calon yang akan diusung untuk mengikuti sekolah calon kepala daerah yang akan diadakan oleh partai tersebut.

Dari mekanisme ini, sisi baik yang bisa didapatkan parpol lain adalah bisa memetakan kekuatan parpol yang sudah mendaftarkan calon ke PDI-P dan parpol yang tidak mendaftarkan calon ke PDI-P. Atau, parpol lain bisa melihat kekuatan PDI-P lebih awal untuk menyusun strategi mengalahkan (Pilbup-Kalah dan Menang).

Kedua, PKB belum tampak di publik sudah melakukan langkah apa dalam membangun koalisi atau targetnya dalam Pilbup Jombang 2018. Seperti yang saya sampaikan diatas, partai ini hanya butuh satu parpol dalam koalisi untuk mengusung Cabup-Cawabup. Partai ini dikenal memiliki kedekatan secara kultural dengan Nahdlatul Ulama (NU). Meski ada PPP yang juga memiliki kedekatan kultural dengan NU dan Muslimat.

Dari bangunan ini, jika PKB bersama PPP membangun koalisi untuk Pilbup Jombang 2018, maka kekuatan NU dan Muslimat bisa hampir dipastikan bersatu.

Koalisi ini akan lebih kuat jika ada parpol lain yang dimungkinkan masuk di dalamnya. Sebut saja Partai Demokrat.  Ketua DPC Demokrat Jombang, Syarif Hidayatullah (Gus Sentot) secara kultural, merupakan kader NU yang lahir dari lingkungan Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso, Peterongan.

Parpol lain, bisa saja Partai NasDem. Mu’linah Shohib (Ning Lina) sebagai Ketua DPD Partai NasDem Jombang juga termasuk keluarga besar NU dari Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar.

Selain karena kultural NU, baik Demokrat maupun NasDem sebagai partai nasionalis menemukan titik terang “kepentingan” dengan PKB dan PPP dalam visi kebangsaan.

PKB-PPP-Demokrat-NasDem apabila benar-benar berkoalisi, bisa saja membangun komitmen untuk visi-misi NU di Kabupaten Jombang. Serta misi kebangsaan dari perspektif empat parpol tersebut.

Jika kemudian, empat partai sudah mendeklarasikan koalisi. Ada kemungkinan parpol lain bergabung karena dua hal. Pertama kesamaan visi partai. Seperti Gerindra, Hanura, bahkan PKS dan PAN. Dalam hal ini yang dimaksud adalah visi kebangsaan. Jika, PDI-P dan Golkar tidak membangun koalisi sendiri, bisa saja juga akan bergabung.

Kedua, karena koalisi ini sudah dianggap kuat, sehingga partai lain dengan sukarela bergabung.

Ketiga, Golkar sebagai pemenang ketiga dalam Pileg membutuhkan dua parpol dalam membangun koalisi. Bisa jadi PKS dan PAN diajak untuk koalisi. Jika hanya tiga partai tentu tidak akan cukup bagi Golkar untuk memangkan Pilbup Jombang.

Saya melihat, Nyono Suharli Wihandoko sebagai Bupati Jombang (sekarang) yang tak lain Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur memiliki tekad kuat untuk menuntaskan program kerjanya yang belum diselesaikan pada periode pertama bersama Mundjidah Wahab sebagai wakil bupati.

Untuk itulah, sangat besar kemungkinan Nyono akan maju kembali untuk memenangkan Pilbup 2018. Jika demikian, misal hanya dua parpol (PKS-PAN) yang akan berkoalisi tidak akan cukup bagi Golkar. Bisa saja Golkar akan mengajak PDI-P atau partai lain.

Namun yang jelas, Mundjidah Wahab sebagai wakil bupati yang mendampingi Nyono sekarang, beberapa waktu lalu memberikan pernyataan di media akan maju sendiri (tidak bersama Nyono) dalam Pilbup 2018 mendatang.

 

Cabup-Cawabup Tentukan Koalisi

Pertimbangan lain selain kewajiban berkoalisi karena persyaratan normatif, keberadaan tokoh atau calon yang akan diusung parpol menjadi Cabup-Cawabup juga menjadi poin dalam membangun koalisi. Setiap parpol yang akan membangun koalisi pasti memperhatikan dua hal, yakni tokoh yang akan diusung, dan kekuatan parpol yang akan diajak.

Untuk saat ini, nama-nama yang menyatakan siap maju dalam Pilbup Jombang 2018 adalah Nyono Suharli Wihandoko (bupati sekarang) dan Mundjidah Wahab (wakil bupati sekarang). Keduanya pun sudah menyatakan bahwa tidak akan berpasangan seperti pada 2013 lalu. Dimana Nyono-Mundjidah (NO-AH) berhasil mengalahkan Widjono Soeparno-Sumrambah (Wira) dan pasangan Munir Alfanani-Wiwik Nuriati.

Jumat (12/5/2017), Nyono sudah menyatakan maju dan mungkin akan menggandeng awak media. Sementara Mundjidah beberapa waktu lalu juga sudah menyatakan maju meski belum menyebut siapa pasangannya.

Selain mereka berdua, nama Sadarestuwati juga muncul. Meski tidak spesifik menyatakan kesiapan, Mbak Estu (anggota DPR RI) ini mengaku akan memberikan kejutan kepada warga Jombang terkait Pilbup 2018. Kader PDI-P ini juga bukan tidak mungkin untuk maju. Selain masih adiknya mantan Bupati Jombang, Suyanto, Mbak Estu disebut-sebut memiliki massa dan loyalis kuat di kalangan masyarakat.

Dari PDI-P juga ada nama Marsaid, JokoTriono dan Wulang Suhardi yang dikabarkan maju dalam Pilbup Jombang 2018. Namun, ketiganya belum muncul di publik menyatakan maju untuk menjadi Cabup-Cawabup.

Begitu juga dengan nama Subaidi Mukhtar, Wakil Ketua DPRD Jombang dan Munir Al-Fanani. Dua kader PKB ini juga disebut-sebut dalam pertarungan Pilbup. Tapi, belum diketahui secara pasti kesiapannya.

Nah, dari semua nama-nama yang sudah menyatakan maju maupun yang disebut-sebut akan mencalonkan diri dalam Pilbup Jombang 2018 itu, bukan lagi tiga parpol (PDI-P, PKB, Golkar) yang menjadi pemain utama. Tapi, masuknya Mundjidah Wahab dalam bursa nama tersebut menjadikan PPP juga perlu diperhatikan sebagai “pemain utama”.

Poin pertama adalah, saat ini Nyono maupun Mundjidah menyatakan berpisah (tidak berpasangan). Maka, baik Nyono maupun Mundjidah akan membangun koalisi masing-masing.

Poin kedua adalah, PDI-P sudah membuka pendaftaran Bacabup-Bacawabup. Dengan demikian, PDI-P hampir bisa dipastikan akan membangun koalisinya sendiri.

Saya kemudian menyimpulkan sementara, akan ada tiga maksimal empat irisan dalam Pilbup Jombang 2018. Pertama irisan Golkar (Nyono), kedua irisan PDI-P, dan ketiga irisan PPP (Mundjidah), mungkin keempat irisan PKB.

Untuk irisan Golkar, berdasarkan jumlah kursi di DPRD minimal harus merangkul dua parpol. Namun untuk mencapai target menang, bisa saja mengandeng calon dari PDI-P. Atau sebaliknya, Nyono akan mendaftar ke PDI-P sebagai Cabup. Meski belum diketahui PDI-P akan bersedia mengirim kadernya menjadi Cawabup. Mengingat dua partai ini pada Pilbup 2013 bersaing ketat dengan calon masing-masing.

Sedangkan irisan berikutnya adalah Mundjidah (PPP). Dalam pemaparan diatas, Mundjidah dikenal memiliki kekuatan luar biasa di Muslimat dan kedekatan kultural NU. Sementara PKB memiliki kedekatan kultural di NU. Jika keduanya bersepakat sebagai dua parpol yang memiliki kedekatan dengan NU untuk berkoalisi, maka PPP-PKB mungkin bersatu dalam bingkai ke-NU-an.

Apabila koalisi ini (PPP-PKB) terbentuk, pasangannya bisa saja Mundjidah Wahab (PPP) sebagai Cabup dan Subaidi Mukhtar (PKB) sebagai Cawabup). Kemungkinan selanjutnya, Partai NasDem, Demokrat bisa saja bergabung dalam koalisi bingkai ke-NU-an. Mengingat dua pimpinan partai tersebut (NasDem dan Demokrat) kader NU.

Maka dalam irisan ini kemudian bisa sementara disimpulkan ada dua, Golkar-PDI-P dan PPP-PKB-NasDem-Demokrat (NU).

Sementara parpol lain, PKS, PAN, Gerindra, Hanura, dan mungkin Perindo tingal memilih koalisinya. Atau bahkan membuat koalisi sendiri.

Wallahu A’lam Bisshowab

*) Opini ini tidak untuk menyudutkan suatu golongan atau pihak manapun.

[box type=”shadow” ]

BACA JUGA :

[/box]

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Romza