Tradisi Jual Beli Predikat WTP dan OTT KPK
JOMBANG, FaktualNews.co – Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) seakan membenarkan rumor tradisi jual beli predikat bergengsi penggunaan APBD itu.
“OTT ini tentunya telah mengkonfirmasi soal isu jual beli WTP,” kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Jawa Timur, Ahmnad Dahlan, dalam keterangan resminya kepada FaktualNews.co, Minggu (28/5/2017).
BACA JUGA
[divider]
- KPK OTT Pegawai BPK dan Kemendes
- KPK Amankan 7 Orang Terkait OTT di BPK dan Kemendes
- Irjen Kemendes Terjaring OTT KPK, Eko Sandjojo Mengaku Prihatin
Menurutnya, rata-rata seluruh daerah di jawa Timur sudah menyandang predikat WTP. Namun bukan berati predikat itu menjamin adanya penyimpangan dan penyalahgunaan anggaran. Karena tidak sedikit daerah yang menyandang status WTP, namun banyak ditemukan kasus korupsi di dalamnya.
“WTP itu masih belum menjamin potensi penyimpangan anggaran tidak terjdi. Karena audit BPK itu hanya memeriksa secara formil bukan materiil. Banyak daerah yang dapat WTP tapi juga masih ada korupsi APBD. Karena WTP juga tidak berarti tidak ada temuan,” ungkap Dahlan.
Informasi yang dihimpun, di tahun 2013 ada 12 daerah di Jawa Timur, yang memperoleh predikat WTP dari BPK. Hal itu menunjukkan baru 12 daerah di Jatim yang baik dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Sedangkan di tahun 2016 ada 24 Kota dan Kabupaten yang mendapat predikat WTP.
Sebelumnya, KPK menahan empat tersangka kasus dugaan suap terkait predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Empat orang yang ditahan KPK adalah Ali Sadli (Auditor BPK), Ali Sadli (Auditor BPK), Jarot Budi Prabowo (pejabat Eselon III Kemendes PDTT) dan Sugito (Irjen Kemendes PDTT). Penahanan ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK.
Dalam kasus ini, Rochmadi diduga menjadi penerima suap. Perantara penerimanya adalah Ali Sadli. Sedangkan perantara pemberinya diduga Jarot Budi Prabowo, dengan tersangka pemberi utamanya adalah Sugito.
Suap diberikan terkait pemberian predikat WTP BPK terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT. KPK menyebut commitment fee dalam kasus ini adalah Rp 240 juta, dengan Rp 200 juta sebelumnya diberikan pada awal Mei lalu.(ivi)