SURABAYA, FaktualNews.co – Wacana penerapan Full Day Scholl oleh Kementerian Pendidikan menuai dukungan dan penolakan. Kebijakan itu mendapat reaksi dari berbagai kalangan, termasuk organisatoris, aktivis, dan dosen.
“Kami patuh aturan Menteri Pendidikan, asalkan Pak Menteri juga mengabulkan permintaan kami sebagai rakyat juga pelaku di lapangan,” kata Ahmad Karomi, Dosen Staiba Purwoasri, Kediri saat dihubungi NU Online via WhatsApp.
Semua sarana dan prasarana sekolah harus ditingkatkan serta ditangani langsung oleh kemendikbud. Sebab selama 8 jam di sekolah, titik kejenuhan pasti muncul. “Jadi, seluruh sekolah harus ada ‘tempat refreshing’ atau pelatihan keterampilan,” tegas Sekretaris LTN PWNU Jatim ini.
Masalah kesejahteraan pengajar dan peserta didik harus diperhatikan oleh pemerintah. Ini sangat krusial, sebab gaji pengajar, apalagi bertugas mencetak anak bangsa haruslah ditingkatkan.
Karomi menengaskan, pemerintah harus memasukkan ajaran nilai atau etika dalam Full Day School yang terintegrasi dengan pesantren.
Para peserta didik tidak hanya diajarkan teks dan statistik angka selama delapan jam. “Tetapi juga ada pendidikan akhlaq yang bisa didapatkan dari pesantren,” lanjut alumni Ploso Kediri ini.
Menurutnya, konsep Full Day School dibentuk dan harus ditangani oleh tokoh pesantren. “Kalau ini diterapkan, maka Mendikbud membentuk terobosan ‘penyatuan’ program Kemendikbud dengan lembaga tertua di Nusantara,” lanjutnya.
“Permohonan kami untuk Mendikbud sangat simpel. Kami tunggu pengabulannya, bukan pengibulannya. Jangan hanya buat aturan temporal tanpa kejelasan serta tanpa perhatian penuh dari ulu sampai ilir,” pungkasnya.
NU Online
(Rof Maulana/Alhafiz K)