Kebijakan 5 Hari Masuk Sekolah Dinilai Mengganggu Psikologis Anak
JAKARTA, FaktualNews.co – Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 tahun 2017 yang mengatur tentang sekolah lima hari dalam sepekan, menuai penolakan dari berbagai kalangan.
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPPNU) menyatakan tidak setuju dengan peraturan tersebut. Menurut pandangan Ketua Umum PP IPPNU, Puti Hasni, jika sistem belajar full day school bagi para pelajar Indonesia diterapkan, akan muncul dampak luar biasa.
“Dampak yang ditimbulkan menyangkut waktu belajar siswa yang diforsir sehari penuh mulai pagi sampai sore. Jika diterapkan secara nasional, maka akan ada banyak pemaksaan dan penyesuaian yang berpotensi mematikan model-model belajar yang sudah ada,” katanya sebagaimana dikutip NU Online.
Dikatakan, khazanah di pesantren dan pedesaan yang pada umumnya siswa belajar di sekolah umum pada pagi hari, sedangkan siang hingga sore di TPQ dan madrasah diniyah.
Waktu belajar yang terlampau padat bagi siswa usia tertentu malah akan berpotensi membuat stres, tidak siap mental, dan frustasi belajar, kurangnya waktu bermain dan berinteraksi dengan orang tua, hal itu akan membebani siswa dan tidak efektif diterapkan jika kondisi siswa sudah kepayahan secara psikologis.
Menteri Pendidikan dan Kebudyaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy telah menerbitkan Permendikbud nomor 23 tahun 2017 yang mengatur tentang sekolah lima hari dalam sepekan, pada Selasa 13 Juni 2017 kemarin.
Dalam permendikbud itu disebutkan bahwa hari sekolah berlangsung selama 8 jam sehari selama lima hari dalam seminggu. Atau jika ditotal adalah 40 jam seminggu.
Dalam durasi sepanjang itu, peserta didik hanya diberi kesempatan beristirahat selama setengah jam atau 2,5 jam selama seminggu. Namun, sekolah diperbolehkan untuk menambah waktu istirahat sesuai kebutuhan.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), KH Asep Saifuddin Chalim menyatakan, Pemberlakuan kebijakan tersebut akan membuat anak secara psikologis terkerangkeng di sekolah, karena aktivitas keseharian anak di sekolah dari pagi sampai sore akan membuat kebebasan anak untuk melakukan kegiatan di luar sekolah menjadi hilang.
Alasan untuk pendidikan karakter secara full di sekolah kurang tepat, karena pembentukan karakter anak yang dibutuhkan tidak hanya di sekolah akan tetapi dibutuhkan pula pembentukan karakter anak yang berasal dari luar lingkungan sekolah.
“Proses pendidikan anak tidak hanya berlaku di sekolah akan tetapi berlangsung pula di luar sekolah,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah tersebut.