JOMBANG, FaktualNews.co – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo mendorong masyarakat untuk memberikan sanksi sosial terhadap para koruptor.
Sikap ini menurutnya sangat diperlukan sebab korupsi telah menjadi budaya sebagian bangsa Indonesia belakangan ini, sehingga mereka ketika ditetapkan sebagai tersangka korupsi sekalipun, seolah tidak bersalah, dan sikap seorang koruptor di lingkungan masyarakat juga tidak mengalami perubahan. Demikian juga dengan masyarakat kepada koruptor.
“Seperti yang kerap kita lihat di telivisi, para tersangka korupsi, kalimat yang pertama keluar adalalah saya tidak bersalah, dan mereka juga masih bisa tersenyum seperti tidak bersalah,” katanya saat acara Deklarasi Tebuireng dan Lintas Agama Melawan Budaya Korupsi di aula Gedung Yusuf Hasyim Tebuireng lantai III, Sabtu (29/7/2017).
Karenanya, imbuh dia, selain hukuman penjara, uang hasil korupsi dikembalikan, sanksi sosial juga perlu diterapkan di lingkungan masyarakat dimana koruptor berada. Hal ini dilakukan untuk membuat para koruptor jerah dari segala sisi, melihat potensi korupsi masih besar karena bentuk hukuman yang diberikan kepada koruptor belum bisa membuat jerah sepenuhnya selama ini.
“Kita (KPK) mendorong sanksi sosial, mungkin sanksi sosial memang perlu diberikan kepada koruptor, selama ini kita memang kurang memberikan sanksi sosial terhadap mereka. Dan selama ini sikap masyarakat sama sekali tidak berubah,” ujar Agus.
Namun demikian, bentuk sanksi sosial yang akan diberikan kepada para koruptor saat ini belum bisa digambarkan. Dalam hal ini Agsus mendorong para tokoh lintas agama untuk memberikan gambaran dan merumuskan bentuk sanksi yang sesuai kepada para koruptor.
“Biar mereka-mereka (tokoh lintas agama) ini yang nanti memberikan gambaran terkait sanksi sosial, misalnya, Kalau perlu kerja bakti nyapu di pasar,” tuturnya, sambil disaut tawa para undangan.
Di samping itu, Agus juga meminta masyarakat untuk lebih sensitif terhadap segala bentuk situsi yang berada di lingkungannya. Korupsi yang sudah menjadi budaya ini potensi muncul dimana saja, kapan saja dan dalam berbagai macam situasi di lingkungan masyarakat juga pemerintahan.
“Mari saya mengajak lebih memperhatikan lingkungan kita, ketika masyarakat menemukan prihal itu (korupsi, red), bisa langsung lapor kepada kami dan kami bisa turun ke daerah-daerah,” pintanya.