Peristiwa

Salud, Napi Teroris dan Mantan Kombatan Kibarkan Merah Putih di Lamongan

LAMONGAN, FaktualNews.co – Puluhan mantan teroris menggelar upacara peringatan HUT ke-72 RI di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Kamis (17/8/2017). Selain mantan napi teroris dan mantan kombatan, upacara yang digagas oleh Yayasan Lingkar Perdamaian ini juga diikuti oleh warga Desa Tenggulun dan masyarakat lainnya.

Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian, ustad Ali Fauzi sebelum pelaksanaan upacara mengatakan, semua petugas upacara ini merupakan mantan teroris. Selain itu, beberapa peserta upacara kali ini juga ada dari para mantan napi teroris dan kombatan.

“Peserta upacara dari mantan kombatan, sebanyak 37 orang sedangkan dari mantan jaringan teroris sebanyak 12 orang. Bahkan ada yang baru keluar dari lapas lima hari yang lalu,” katanya, Kamis

Pemimpin upacara dalam kegiatan ini, lanjut Ali, adalah Yusuf Anis alias Haris, mantan kombatan yang pernah ke Mindanao, Filipina. Sedangkan pengibar bendera pun, adalah mantan napi teroris.

Dijelaskan Ali, pengibar bendera untuk bagian tengah adalah mantan teroris yang terlibat baku tembak di Poso hingga kakinya pincang karena di amputasi. Sedangkan petugas pengibar bendera lainnya adalah Indra, anak dari terpidana mati bom Bali 1, Amrozi.

Sementara Inspektur upacara pelaksanaan detik-detik proklamasi dalam upacara kali ini adalah Kapolres Lamongan, AKBP Juda Nusa Putra. “Saya paham psikologi mereka. Kami evaluasi proses demi proses, bahwa membangun, memperbaiki masih ada peluang, Indonesia diperbaiki,” imbuhnya.

Menurutnya, semua pihak harus paham jika, para mantan napi teroris dan kombatan ini belum siap dalam aspek psikologinya. Namun ada juga yang sudah matang dan siap untuk diterjunkan di masyarakat secara luas

“Ada beberapa orang yang sudah siap, saya syukur sekali mereka hadir di sini mendukung saya itu sudah prestasi bagi kita. Lambat laun ke depan mereka seiring dengan proses akan punya keberanian,” paparnya.

Bagi Ali, para mantan napi teroris dan kombatan ini memiliki hak yang sama. Mereka harus diberdayakan laiknya warga negara Indonesia. “Mereka bisa berubah. Yang selama ini dianggap sebagai sampah masyarakat, mereka bis melakukan perubahan signifikan dan bisa berguna agama, nusa dan bangsa,” terangnya.

Ali pun mengakui, jika tidak mudah untuk bisa merubah para napi teroris dan mantan kombatan ini. Ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengajak mereka mencintai Indonesia. Akan tetapi hal itu bukanlah hal yang mustahil.

“Lama sekali prosesnya. Masing-masing orang berbeda, pendekatan dia masuk jaringan dan keluar dari jaringan. Saya kemudian pelajarai tipikal mereka. Saya bedah bab mereka, saya pelajari apa faktor mereka untuk mengajak dia,” pungkasnya.