Oleh: Adi Susanto
Konstelasi politik Jombang jelang Pilkada 2018 kian menghangat. Sejumlah calon telah mendeclarekan dirinya untuk ikut maju dalam bursa pencalonan pemimpin kota santri untuk lima tahun mendatang.
Kendati kian memanas, namun percaturan politik di Jombang masih cukup santun dibanding daerah-daerah lain. Jombang boleh jadi barometer nasional, namun Jombang memiliki karakteristik tersendiri. Didaerah lain, timses masing-masing calon sudah mulai melancarkan berbagai serangan seperti berita bohong yang mampu menggosok emosi, sentimen politik atau agama, yang langsung bisa diterima tanpa filter dan dianggap sebuah kebenaran.
Timses masing-masing calon yang berebut kursi di Jombang memang belum secanggih bagaimana meramu distorsi atas sebuah fakta, lalu membangun persepsi, seolah-olah memang ada peristiwa sesungguhnya, dan dikemas melalui olahan teknologi canggih.
Sebagaimana mengutip tukisan dari Nezar Patria dimana disebutkan, laporan dari The Guardian akhir Juli lalu, teknologi terbaru dari aplikasi Face2Face yang dikembangkan oleh Universitas Stanford, gudangnya inovasi digital bagi industri di Silicon Valley, nyaris sempurna memanipulasi video pidato seorang tokoh dengan mengikuti gerak mulut dan suara si orang kedua. Lebih canggih lagi dua tahun lalu dilaporkan periset di Universitas Alabama di Birmingham, mampu melakukan impersonasi audio alias kloning suara seseorang hanya dalam hitungan menit.
Ketepatan vibrasi pita suara tiruan itu sangat mencengangkan. Dengan temuan itu, mereka dapat mengecoh suara biometrik seseorang untuk menjebol sistem keamanan digital tertentu, misalnya transaksi bank dan telepon seluler.
Jika ini dilakukan di kota santri, bisa dibayangkan bagaimana fake-news akan semakin digdaya dengan memadukan semua teknologi digital ini, bahkan dengan bantuan kecerdasan buatan, melakukan manipulasi fakta sampai batas yang belum pernah kita bayangkan.
Namun Jombang tak semenarik itu untuk menghadirkan para tim ahli fakenews. Jombang lebih memilih cara konvensional ketimbang bermain tim cyber. Boleh dibilang para calon yang secara terang-terangan telah mendeklarasikan diri merupakan politikus ulung.
Sebut saja Nyono Suharli dengan manuver-manuvernya menggaet sejumlah partai besar agar bisa berkoalisi dengan dirinya. Kemudian ada Mundjidah Wahab, putri dari KH.Wahab Chasbullah salah satu pendiri NU. Satu lagi Sumrambah politisi muda, kader PDI P yang kenyang akan tempaan ilmu politik guna bertarung dengan lawan-lawan politiknya.
Ketiga orang ini boleh dibilang cukup licin dalam meloloskan diri dari jebakan musuh. Ketiganya cukup sepadan dalam memenangkan pertarungan dengan intrik politik tingkat tinggi.
Penguasaan intrik politik bukan berarti untuk melakukan kecurangan dalam setiap proses demokrasi, Namun penguasaan intrik politik diharapkan mampu bertahan dari serangan-serangan lawan yang memainkan politik licik.
Namun jika melihat strategi yang dimainkan saat ini, Nyono bisa dibilang lebih unggul. Usai menguasai PDI P, PAN dan PKS, Nyono yang selama 2 periode sebelumnya belajar dari kekalahan yang dialami mampu menempatkan dirinya menjadi petarung politik.
Disaat lawan-lawan politiknya bergerilya dengan cara-cara lama, Nyono mampu menggebrak dengan pola terbaru. Dua calon lain masih berkutat sambang desa, memanfaatkan momen perayaan hari kemerdekaan dan momen-momen tertentu lainnya. Mulai jalan sehat dengan berbagi amplop dan hadiah, hingga mendatangi acara yang mengundang kosentrasi massa yang belum tentu meningkatkan elektabilitas para calon.
Tidak begitu dengan Nyono. Dengan berniat ibadah ke tanah suci, tanpa sengaja ia justru mampu mengikat emosi para jamaah haji asal Jombang yang menurut data dari kementerian agama mencapai 1.278 orang. Sebuah penghargaan tersendiri ketika rombongan haji bisa melaksanakan ibadah bersama Bupati mereka. Apalagi jika di tanah suci, Nyono mampu mengabdikan dirinya bagi jamaah haji Jombang.
Sungguh strategi politik yang luar biasa. Berkaca pada pilkada 2013, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang memiliki hak pilih mencapai 998.463 dengan penggunaan hak suara sebanyak 701.741 pemilih. Jika 1278 beserta 1 orang keluarga nya bisa utuh diikat secara emosional . Dari gebrakan kecil ini saja Nyono dipastikan sudah mengantongi modal hampir 0,5 persen penduduk Jombang yang memiliki hak suara.
Jika masing-masing calon terus menggunakan kepercayaan diri yang tinggi seperti yang ditunjukkan sekarang, niscaya pilkada 2018 bisa dikatakan selesai hari ini. Pemenang pun sudah bisa ditebak. Penggunaan black campaign sepertinya juga sudah tidak lagi manjur. Masing-masing calon saling mengetahui kelemahan dan kekuatan masing-masing. Menjadi PR berat bagi para timses dan konsultan politik masing-masing calon agar Pilkada 2018 bisa lebih elok dinikmati.
Tawon Madu Ngisep Sarine Wit Jambu
Ojo Nesu Yen Diduduhno Luputmu
Salam Redaksi