FaktualNews.co

Cangkrukan Ringin Contong

Buah Simalakama Pasangan Petahana Kota Seribu Ulama

Info Redaksi     Dibaca : 2999 kali Penulis:
Buah Simalakama Pasangan Petahana Kota Seribu Ulama
Ilustrasi

Pasca Pengumuman Cagub dan Cawagub Jawa Timur, betul-betul membawa imbas ke pertarungan Pilkada 2018 Jombang. PKB yang terlebih dulu usung Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan kemudian disusul oleh PDI Perjuangan, memporak porandakan kerjasama politik yang sudah dibangun DPD Golkar Jombang.

Bagaimana tidak, sebelumnya partai Golkar Jombang yang getol merangkul sejumlah partai lain guna bersama-sama memenangkan pasangan yang akan mereka usung bersama, seakan kandas ditengah jalan. DPP Golkar bersama Nasdem Jatim lebih memilih mendukung Khofifah dalam pertarungan Pilkada Jatim 2018.

Nyono Suharli Ketua DPD Golkar Jatim, tentu tidak akan mungkin berani mengambil sikap diluar keputusan DPP Golkar. Sementara untuk mempertahankan posisinya sebagai petahana kembali di Jombang, mengharuskan dia mengikuti apa yang sudah digariskan partai pendukunganya. Sesuatu yang bertolak belakang.

Melepas PKB dan PDI Perjuangan

Bagai buah simalakama, apa yang dialami Nyono saat ini menjadi ujian terberat yang harus dilakoni. Ujian bagi seorang petarung politik. Jika ia tetap bertahan dengan kontrak politik yang sudah dibuat, secara otomatis dirinya akan dianggap pembangkang oleh DPP Golkar. Namun jika memilih keluar, maka ia dipastikan kehilangan banyak suara signifikan.

PKB, partai yang pernah moncer dikala kepemimpinan almarhum KH.Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan mengalami kemunduran pesat saat didera konflik antara Muhaimin dan Gus Dur. Namun belakangan ini, PKB mulai menunjukkan taringnya kembali. Bahkan di Jombang, PKB menjadi partai peraih suara terbanyak kedua setelah PDI Perjuangan.

PKB Jombang boleh dibilang tidak memiliki basis massa militan. PKB selalu mengklaim bagian dari NU sehingga pendukungnya mayoritas warga NU. Namun warga NU sendiri tidak mutlak ke PKB. Perseteruan Muhaimin dan almarhum Gus Dur pun masih cukup membekas disejumlah warga NU. Namun satu hal yang harus digaris bawahi, mesin partai dibawah komando Muhaimin Iskandar ini cukup piawai dalam mendulang suara dukungan.

Sementara PDI Perjuangan sejak dulu dikenal memiliki basis massa yang cukup kuat. Mereka seolah telah terdoktrin dengan paten. Tidak peduli siapa jagonya yang penting tetap PDI Perjuangan. Dan ini berlaku seantero nusantara.

Di Jombang, PDI Perjuangan juga mengalami konflik pasca lengsernya Suyanto. Massa PDI Perjuangan terbagi dua kubu. Satu kubu yang masih loyal dengan keluarga Suyanto, satu kubu lagi adalah PDI tulen. Kendati demikian massa PDI tulen jumlahnya cukup signifikan ketimbang loyalis Suyanto yang hanya dikisaran 10 % dari jumlah total massa PDI Perjuangan Jombang.

Jika berkaca pada fenomena ini, dipastikan dalam Pilkada 2018 Jombang nanti, massa pendukung banteng moncong putih tidak memandang mana PDI Suyanto dan mana PDI Marsaid, namun yang mereka pilih adalah PDI Perjuangan.

PKB dan PDI Perjuangan merupakan dua partai yang sangat potensial untuk menjadi mesin pendulang suara. Belum lagi dalam kontrak politik yang terjalin, baik PKB maupun PDI Perjuangan menyodorkan agar masing-masing wakil mereka bisa digandeng untuk menjadi pasangan Nyono Suharli. Dimana PKB dan PDIP menyodorkan 3 petinggi elit partai.

Di PKB ada Mas’ud Zuremi, Subaidi Muktar dan Munir Alfanani. PDIP sendiri juga ada 3 nama yakni Marsaid, Joko Triono dan Wulang Suhardi. Sementara untuk memenangi pilkada Jombang 2018, tingginya biaya politik dan politik uang masih cukup dominan. Dari ke enam calon yang diajukan, sulit rasanya bagi Nyono menjatuhkan pilihan ke salah satu diantara mereka.

Jika PDI Perjuangan dilepas, secara otomatis rekom banteng moncong putih akan jatuh pada pasangan Mundjidah Wahab dan Sumrambah yang secara aturan telah mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati via PDI Perjuangan. Dipertahankanpun tidak ada jago dari internal PDIP yang bisa diadu. Sementara PDIP sendiri juga tidak akan mungkin membiarkan partainya di’pakai’ tanpa memiliki wakil internal mereka.

Hal yang samapun terjadi pada PKB, bedanya PKB Jombang tidak melakukan penjaringan calon dan mengunci langkah partai yang akan melakukan koalisi dengan pihak mereka. Yakni dengan syarat utama, salah satu kader dari PKB lah yang harus dipilih untuk bisa berpasangan dalam Pilkada 2018 nanti.

Lantas kemanakah ‘biduk cinta’ Nyono selama lima tahun mendatang berlabuh ? Yang pasti Golkar secara resmi telah menyatakan dukungan kepada Khofifah pada Pilgub Jatim. Khofifah sendiri mengklaim telah mengantongi cukup modal untuk maju. Belakangan santer dikabarkan selain Golkar, PPP juga dalam waktu dekat akan merapat kepada Khofifah.

Dalam pilkada 2018 nanti, berbeda dari pilkada sebelumnya. Baik pemilihan Gubenur juga Walikota/Bupati akan dilakukan serentak. Tahapan kampanye dan pecoblosan pun dilakukan dihari yang sama. Sehingga bisa dipastikan, jika DPP manapun telah memutuskan untuk melakukan dukungan terhadap salah satu kandidat, secara otomatis baik propinsi maupun daerah akan ikut melaksanakan. Sehingga pola pemenangan dan kampanyepun akan sama pula.

Dan bisa dipastikan jika Golkar dan PPP bergabung mendukung Khofifah, maka di Jombang pun akan kembali terulang hal yang sama. Sebagaimana yang pernah dibahas pada tulisan “Yang Pantas Naik Pentas dan Yang Terhempas”, maka pasangan Nyono Mundjidah bisa jadi kembali dan melanjutkan masa kepemimpinannya untuk dua periode. Terkecuali Mundjidah punya keberanian untuk melepaskan diri dari PPP yang selama ini membesarkannya.

Kembang melati kembang kenongo
Ojo ganti mengko gelo

Salam Berani Lugas Terpercaya

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Adi Susanto