SURABAYA, FaktualNews.co – Maraknya benturan antar taksi online dan pengusaha transportasi konvesional akhirnya mendapatkan respon dari pemerintah.
Pemerintah akhirnya membuat sembilan rancangan untuk merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (PM 26) atau dikenal dengan Permenhub taksi online.
Sembilan rancangan ini dibuat usai adanya Judical Review PM 26 oleh Mahkamah Agung (MA). Di mana ada 14 poin yang digugurkan oleh MA. Dalam aturan terbarunya, pemerintah mewajibkan perusahaan penyelenggara taksi online untuk memberikan fasilitas asuransi kepada tiap penumpang.
Dengan kebijakan baru ini, otomatis besaran tarif yang bakal dikenakan kepada penumpang nantinya tak sekadar ongkos perjalanan, tetapi juga meliputi biaya untuk perlindungan asuransi.
Selain asuransi, dalam aturan baru ini juga ada kewajiban pengemudi taksi online untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM) A umum sesuai golongannya, bukan SIM A pribadi seperti yang berlaku selama ini.
“Ada beberapa hal yang ditambahkan, sekarang itu masih ada SIM A pribadi, jadi harus ada SIM A umum yang harus dibuat. Yang kedua, harus ada asuransi,” kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya, Jakarta, Kamis 19 Oktober 2017.
Selain asuransi, setiap taksi online juga diwajibkan menempel stiker. Stiker angkutan sewa khusus (ASK) ini wajib ditempel di kaca depan kanan atas dan belakang serta di kanan dan kiri badan kendaraan.
Stiker memuat informasi wilayah operasi, jangka waktu berlaku izin, nama badan hukum, dan latarbelakang logo Kementeri an Perhubungan. Pemerintah berharap aturan-aturan baru ini bisa meminimalkan benturan antara taksi online dan taksi konvensional seperti akhir-akhir ini mencuat di berbagai daerah.
Rumusan revisi Permenhub No 26/2017 lainnya adalah soal pengaturan argometer taksi, tarif atas dan bawah, wilayah operasi, kuota/perencanaan kebutuhan, persyaratan minimal lima kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor, domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor, dan peran aplikator. Mengenai penentuan tarif batas bawah dan batas atas menurut Menhub dimaksudkan untuk menghindari terjadinya monopoli.
Poin lainnya yang ditambahkan dalam revisi adalah kewajiban perusahaan aplikasi untuk memberikan akses digital dasbor kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dirjen Perhubungan Darat, Kepala BPTJ, atau gubernur sesuai kewenangannya. Sebelum disahkan, revisi Permenhub masih menunggu masukan berbagai pihak.
Setelah ditetapkan, peraturan yang menjadi payung hukum pengoperasian taksi online di Indonesia itu akan disosialisasikan selama tiga hingga enam bulan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah merangkul semua pihak seperti taksi online, Organda, dan orga nisasi pengemudi untuk meng atasi persoalan di lapangan saat ini. Revisi tersebut, kata dia, masih akan meng akomodasi masukan-masukandari ber bagai pihak.
“Sambil kita melihat di lapangan seperti apa. Yang jelas, revisi akan selesai pada 1 November 2017,” kata Luhut.
Soal tarif taksi online, penetapannya menjadi kewenangan Direktur Jenderal atas usulan kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek/gubernur. Usulan tarif tersebut juga wajib dibahas terlebih dahulu ber sama pemangku kepentingan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) Ateng Haryono mengatakan, pihaknya akan menunggu penerapan aturan revisi tersebut di lapangan. Menurutnya, jika bisa diterapkan dengan baik, revisi Permenhub tersebut bisa membantu mengatasi persoalan selama ini.
“Tapi kalau tidak jalan, terus bagaimana sanksinya. Selama ini, ya mereka bikin kacau karena tidak nurut .Yang jelas, mari kita lihat lagi penerapan aturan ini,” ujarnya.
Kalangan perusahaan taksi online mengapreasi pemerintah melakukan revisi Permenhub No 27 ini. Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma menilai, pemerintah yang telah mengambil bagian dari proses pan jang perjalanan taksi online di Indonesia.
“Kalau saya bilang, ini adalah bagian dari proses perubahan. Jadi masyarakat ber ubah, dan yang paling cepat memang Jakarta bisa menerima. Kalau daerah mungkin memerlukan waktu lebih lama,” tandasnya.
Namun, Tri Sukma juga masih ragu terhadap penerapan revisi aturan ini, khususnya soal pengembalian aturan tarif yang kewenangannya dikembalikan ke daerah. Menurutnya, koordinasi penentuan tarif dengan daerah tampaknya bakal sulit dilakukan.
Lalu bagaimana dengan aturan ojek online? Kementerian Perhubungan juga bakal mengatur tentang ojek online. Namun, aturan ojek online tidak dapat dicantumkan dalam Undang-Undang, lantaran ojek online bukan jenis angkutan umum.