JEMBER, FaktualNews.co – Ratusan guru honorer di Kabupaten Jember, Jawa Timur, melakukan aksi mogok kerja Senin (23/10/2017). Aksi tersebut sebagai bentuk tuntutan kepada bupati Faida agar menerbitkan SK penugasan sebagai guru honorer.
Aksi mogok terjadi di sejumlah sekolah di Kecamatan Jelbuk, Kencong, dan Mumbulsari. Sementara itu sejumlah guru honorer dari Kecamatan Sukorambi, Kaliwates, Sumbersari, berkumpul di Kantor PGRI Jember. Mereka beristigosah dan berorasi.
“Kami hanya menuntut apa yang sudah menjadi instruksi pemerintah pusat kepada kepala daerah. Kepala daerah diharuskan membuat surat tugas untuk Guru Tidak Tetap (GTT)/Pegawai Tidak Tetap (PTT),” kata Musawir.
Aksi mogok kerja itu sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadai Bupati Faida. Lantaran hingga kini, Bupati berparas cantik itu tak juga mengeluarkan SK penugasan kepada mareka.
“Kami bersama PGRI sudah selama satu tahun tiga bulan melakukan pendekatan persuasif kepada pemerintah daerah. Bahkan referensi contoh SK sudah kami berikan. Ternyata sampai saat ini belum ada perkembangan,” terangnya.
Musawir mengatakan ada instruksi dari Dinas Pendidikan Jember agar kepala sekolah mendekati para guru honorer. “Katanya (SK) sedang diproses. Diproses sampai kapan,” paparnya.
Sementara itu, Ketua PGRI Supriyono mengatakan aksi mogok itu tak bisa dihindari. Menurutnya, selama ini para guru honorer ini sudah mengabdikan diri mereka kepada pemerintah daerah.
“Penderitaan mereka cukup lama. Teman-teman guru GTT (Guru Tidak Tetap) dan PTT (Pegawai Tidak Tetap) dibayar hanya Rp 300 ribu per bulan. Lalu dengan adanya regulasi, mereka menjadi sengsara lagi, karena ada persyaratan teknis yang harus dipenuhi bupati, sampai hari ini tidak ada,” katanya.
Tanpa surat dari bupati, lanjut Supriyono, kepala sekolah tak bisa membayarkan honor para guru yang berasal dari anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS). SK penugasan dari bupati sebagai syarat pembayaran dana BOS merupakan tuntutan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 26 Tahun 2017.
“Umur SK ini hanya satu tahun, dan setiap tahun anggaran, SK ini harus diperbarui,” paparnya.
SK bupati lainnya yang dibutuhkan guru tidak tetap adalah SK Guru Tetap Daerah, sebagaimana diterbitkan di daerah-daerah lain. “Ketika SK itu diterima teman-teman guru tidak tetap, mereka bisa mengikuti sertifikasi,” kata Supriyono.
“Kalau memang bupati memahami persoalan teman-teman ini, cukup dibuatkan satu SK tapi bisa untuk pembayaran (honor dari) BOS dan digunakan untuk sertifikasi. Contohnya sudah ada, kalau pemerintah kabupaten mau mencontoh. Tapi hal-hal seperti itu kecil bagi pejabat di Jember. Tinggal ada kemauan atau tidak,” kata Supriyono.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kepala Dispendik Jember Muhammad Ghozali mengatakan Bupati Faida belum mengeluarkan surat keputusan karena hati-hati.
“Ibu Bupati orang yang sangat berhati-hati, terutama masalah anggaran. Di Jember, DAU (Dana Alokasi Umum) untuk gaji hampir 50 persen. Khawatirnya, kalau tuntutannya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005, yang kalau sudah penandatanganan itu minimal eselon II harus diangkat PNS, maka anggaran di Pemkab Jember bisa tidak mencukupi. Itu yang dipikirkan Ibu,” katanya.