Pupuk Subsidi Langka, Senator Ahmad Nawardi Minta PT Petrokimia Bertanggung Jawab
JAKARTA, FaktualNews.co – Kelangkaan pupuk bersubsidi dari kios-kios Sarana Produksi Pertanian (Saprotan) mendapat sorotan dari anggota Komite II DPD RI, Ahmad Nawardi.
Dikatakan, pupuk produksi PT Petrokimia Gresik (PG) yang semestinya menjadi hak petani melalui Poktan, hilang dan berpindah ke toko-toko umum dengan harga jual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Nawardi, kelangkaan pupuk cukup memprihantinkan. Pasalnya, antara bulan Oktober 2017 sampai Maret 2018 merupakan masa tanam, sehingga petani membutuhkan ketersediaan pupuk bersubsidi.
“Bagaimana kedaulatan pangan sebagaimana dicanangkan Presiden Joko Widodo segera terwujud, kalau PT Petrokimia sebagai perusahaan yang dipercaya melakukan kegiatan produksi sampai distribusi tidak bertanggung jawab. Hampir di semua daerah sekarang mengalami kelangkaan pupuk, khusus pupuk subsidi. Akhirnya yang menjadi korban adalah petani,” kata Nawardi.
Ketua HKTI Jatim ini tidak bisa memastikan siapa yang memainkan distribusi pupuk subsidi sehingga menyusahkan petani miskin. Nawardi menduga, ada permasalahan pada rantai distribusi.
“PT Petrokimia harus bertanggung jawab mulai tahapan produksi sampai kegiatan distribusi. Sehingga pupuk subsidi betul-betul sampai ke tangan petani,” ujar mantan anggota DPRD Jawa Timur tersebut dalam siaran pers tertulisnya yang diterima FaktualNews.co, Kamis (02/11/2017).
Seharusnya, kata Nawardi, PT Petrokimia belajar dari kasus-kasus sebelumnya, sehingga bisa dilakukan evaluasi untuk memperbaiki mata rantai distribusi dalam rangka menyelesaikan masalah kelangkaan subsidi pupuk.
“Sampai saat ini kita tidak pernah tahu berapa jumlah pupuk subsidi yang diproduksi PT Petrokimia. Termasuk bagaimana skema distribusinya. Karena perusahaan milik negara ini cenderung tertutup kepada publik,” imbuh Nawardi.
Mengutip hasil studi Word Bank, beber Nawardi, selama ini tercatat baru 40 persen subsidi pupuk yang dapat dinikmati petani. Padahal, pada APBN 2017 subsidi pupuk mencapai lebih dari Rp. 30 Triliun. Bahkan, untuk total anggaran kedaulatan pangan di era pemerintahan Jokowi melonjak 53,2 persen dari Rp. 67,3 triliun di 2014 dan mencapai 103,1 triliun pada tahun ini.
“Pasca Reformasi hanya 40 persen pupuk subsidi yang sampai ke petani. Ada missing link. Di titik krusial adalah distribusinya, pola distribusinya dilepas,” terang mantan wartawan Tempo ini.
Nawardi menambahkan, PT Petrokimia seharusnya bisa menjamin subsidi ini langsung sampai ke petani. Ada penanggung jawabnya, seperti yang terjadi di Pemda, tetap saja banyak kebocoran dan ditemukan banyak data yang tidak valid.
“Menteri BUMN dan Menteri Pertanian harus segera turun tangan untuk mengatasi kelangkaan pupuk subsidi bagi petani. Segera panggil PT Petrokimia untuk meminta pertanggung jawaban. Ini masalah serius. Tidak boleh didiamkan. Jangan sampai petani menjadi korban dari adanya dugaan praktik kotor PT Petrokimia,” tutup Nawardi.
Sebagaimana diketahui, pupuk bersubsidi adalah salah satu upaya pemerintah membantu meringankan beban biaya produksi petani. Rata-rata harga pupuk bersubsidi itu bisa separuh dari harga pupuk yang sebenarnya.
Harga eceran tertinggi Urea saat ini adalah Rp 1.800/kg, sedangkan bila tidak disubsidi harganya rata-rata bisa mencapai Rp 3.600. Sedangkan harga NPK bersubsidi hanya Rp 2.300/kg, jauh dibawah harga NPK komersil yang mencapai Rp 5.500.