SURABAYA, FaktualNews.co – Anggota Komite II DPD RI, Ahmad Nawardi mengatakan, permasalahan energi di Indonesia cukup kompleks. Pasalnya energi fosil terutama minyak bumi, merupakan sumber energi utama yang digunakan di Indonesia.
Padahal, kata Nawardi, kenyataan menunjukkan jika cadangan energi yang dimiliki Indonesia begitu terbatas. Sementara itu, pada sisi lain jumlah penggunaan energi terus mengalami pertumbuhan secara signifikan seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia.
“Pada tahun 2013 misalnya, energi fosil menyumbang 94,3 persen dari total kebutuhan energi atau setara 1.357 juta barel setara minyak. Sisanya 5,7 persen dari energi baru terbarukan,” kata Nawardi.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Seminar Nasional bertajuk “Mewujudkan Ketahanan Energi Migas Nasional” yang diselenggarakan kerja sama Front Pemuda Madura (FPM) dengan SKK Migas di Aula Wisma Bahagia, Surabaya, Kamis, (16/11/2017).
Padahal, tandas Nawardi, separuh dari minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri harus diimpor, baik dalam bentuk minyak mentah (crude oil) maupun produk minyak.
“Dengan kondisi tersebut, ketahanan energi Indonesia tentu menjadi sangat rentan terhadap gejolak yang terjadi di pasar global. Sehingga harus dipikirkan bagaimana skema yang komprehensif untuk segera mewujudkan kedaulatan energi nasional,” terang mantan anggota DPRD Jawa Timur tersebut.
Nawardi menilai, langkah pemerintah melalui Dewan Energi Nasional (DEN) sudah tepat dengan merumuskan Kebijakan Energi Nasional (KEN). KEN disusun sebagai pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional, guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan.
“Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan energi harus didasarkan pada prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional,” kata Nawardi.
Terkait minyak bumi, jelas Nawardi, secara spesifik KEN menghendaki penggunaan energi baru terbarukan sebagai prioritas dengan meminimalkan penggunaan minyak bumi. Di sisi lain, didorong pengoptimalan pemanfaatan gas bumi dan batubara, sebagai substitusi dari minyak bumi.
Energi Baru Terbarukan (EBT) disinyalir Nawardi sebagai langkah paling solutif dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional. Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode tahun 2015-2019.
“Dalam rencana itu, bauran energi baru terus naik dari 9,8% pada tahun 2015 menjadi 13% dari total penggunaan energi pada tahun 2019. Rencana ini sekaligus merupakan angin segar dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional di tengah situasi ketergantungan terhadap energi fosil yang cadangannya terus menipis,” imbuh Ketua HKTI Jatim tersebut.
Apalagi menurut Nawardi, Indonesia memiliki potensi dan cadangan energi baru terbarukan yang sangat besar. Seperti energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 atau setara 112.000 GWp per hari di seluruh wilayah Indonesia.
“Termasuk juga energi air dan energi panas bumi yang dapat dijadikan alternatif perencanaan dalam mewujudkan kedaulatan energi nasional,” tandasnya.
Peran Pemuda
Menurut Nawardi, sekalipun potensi energi baru terbarukan cukup besar, tetapi Sumber Daya Manusia (SDM) masih kurang siap. Sehingga para pemuda sebagai generasi penerus dihadapkan dapat berperan aktif dalam mempersiapkan diri untuk terlibat dalam pengelolaan energi terbarukan.
“Ini sudah waktunya pemuda untuk bersama-sama terlibat dalam proyek mewujudkan kedaulatan energi nasional. Apapun jurusan dan bidang pendidikannya, selama punya spirit dan komitmen pasti bisa,” tegas Nawardi.
Nawardi meminta pemuda untuk memahami secara komprehensif persoalan energi yang sedang dihadapi Indonesia. Sehingga akan mendorong keterlibatan mereka di masa yang akan datang.
“Keterlibatan pemuda dalam ikut serta mengelola energi terbarukan dalam mewujudkan kedaulatan energi nasional merupakan sisi lain untuk mengabdi dan berkontribusi terhadap pembangunan bangsa,” ujarnya.