Cabuli Bocah SD Hingga 29 Kali, Pengakuan Pemuda Asal Jombang Ini Bikin Geregetan
SURABAYA, FaktualNews.co – Pengakuan Abdul Ghofur, (24) pelaku pencabulan bocah SD asal Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, membuat geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, pemuda yang kost di Jalan Gubeng, Kota Surabaya ini buka kartu usai dibekuk oleh unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya.
Betapa tidak, rupanya Ghopur ini memiliki kebiasaan buruk yani sering mengunjungi penjaja seks komersial (PSK) yang mangkal di Stasiun Wonokromo Surabaya pada malam hari.
“Kebiasaan itulah yang membuat saya ketagian,” aku tersangka Ghopur kepada FaktualNews.co, Minggu (3/12/2017).
Kepada penyidik, pelaku juga mengaku jika gairah seksnya normal-normal saja. Dia tidak mau jika dikatakan penyuka sesama jenis. “Saya masih suka wanita, sebelumnya saya melakukan dengan pacar saya namun sekarang putus,” jelas Ghopur.
Tersangka Ghopur juga mengatakan jika setiap kali menyodomi korban, dirinya selalu mengimingi korban dengan film ataupun game lucu di ponselnya. Dengan modus itu, ia leluasa melampiaskan nafsunya kepada bocah yang masih ingusan itu.
“Setelah itu korban saya sodomi, dan saya lakukan berulang kali karena gratis. Jika dengan PSK saya harus bayar,” terang Ghopur.
Diberitakan sebelumnya Abdul Ghofur, (24) asal Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, yang kost di Jalan Gubeng Surabaya dibekuk oleh unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya, Jawa Timur. Lantaran berbuat cabul terhadap anak dihawah umur yang masih duduk di sekolah dasar (SD).
Pemuda yang bekerja sebagai waitress di rumah makan ini mencabuli JHD (9) pelajar kelas 3 SD. Aksi bejatnya itu dilakukan hampir setiap hari dari kurun waktu sejak bulan September hingga Nopember 2017. Bahkan sedikitnya telah kurang lebih sebanyak 29 kali.
Kini pelaku ditahan dalam penjara Polrestabes Surabaya dan petugas menjeratnya dengan Pasal 82 UU Rl No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tersangka Ghopur terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp5 miliar.