Ditulis oleh: Moh. Makmun, MHI
Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan adanya soal ujian akhir semester 1 kelas XII tingkat Madrasah Aliyah. Soal tersebut berisi pertanyaan seputar politik Islam seperti tentang khilafah, syarat khalifah dan sebagainya. Berbagai pendapat muncul menanggapi hal tersebut, ada yang menolak dan menuntut agar kurikulum fiqh direvisi, dan ada yang berpandangan boleh saja materi tersebut diberikan karena merupakan bagian dari fiqh siyasah (fikih Politik Islam).
Terlepas dari dua pendapat tersebut, saya ingin mengetahui kurikulum mata pelajaran fiqh di Madrasah Aliyah kelas XII Semester 1. Hal ini karena adanya soal tidak bisa dilepaskan dari kurikulum yang diajarkan. Akhirnya, saya mendapatkan kurikulum tersebut baik semester 1 maupun semester 2.
Kurikulum Semeseter 1 materi fiqh berisi: ketentuan Islam tentang pemerintahan (khilafah), majlis syura dalam Islam, sumber hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati ulama, Penerapan sumber hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati ulama. Dan pengertian, fungsi dan kedudukan ijtihad.
Adapun Semeseter 2 materi fiqh berisi: Proses ijtihad yang memuat hukum taklifi dan penerapannya dalam Islam, hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam, mahkum bihi (fihi), mahkum ’alaih, macam-macam kaidah ushul fiqh dan macam-macam kaidah ushul fiqh.
Sekilas Mengenal Cabang-cabang Fiqh
Perlu diketahui bahwa fiqh adalah sebuah produk hukum dari para fuqaha dengan menggunakan metodologi dan pendekatan dibidang syari’ah. Fiqh sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yang berurutan atau berkesinambungan, yaitu fiqh ibadah, fiqh makanan, fiqh mu’amalah, fiqh munakahat, fiqh mawaris, fiqh jinayah, dan fiqh siyasah.
Pada tahap awal, seorang muslim akan ditekankan untuk mempelajari fiqh ibadah, karena fiqh ini menjelaskan bagaimana tata cara, aturan-aturan dalam dalam ibadah. fiqh ibadah berisi tentang thaharah (bersuci dari hadas dan najis), shalat, puasa, zakat, infaq, shadaqah, haji, dan umrah. fiqh ibadah ini sendiri cakupannya sangat luas dan banyak, sehingga apabila penyusun kurikulum ingin membahas fiqh ibadah, maka tingkat SD/MI mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 pun belum tentu bisa tuntas.
Setelah tuntas mempelajari fiqh ibadah, dilanjutkan belajar fiqh makanan. fiqh ini berisi tentang makanan dan minuman yang halal maupun yang haram, menjelaskan tentang qurban dan aqiqah. Selesai mempelajari fiqh makanan dilanjutkan ke tingkat fiqh mu’amalah (perdata Islam). Isi fiqh mu’amalah cukup luas antara lain masalah transaksi jual beli, khiyar, sewa menyewa, syirkah dan sebagainya.
Berikutnya, setelah mempelajari fiqh mu’amalah dilanjutkan dengan fiqh munakahat (hukum pernikahan) yang berisi terkait aturan-aturan pra-nikah, pernikahan sampai permasalahan rumah tangga. Selesai fiqh munakahat dilanjutkan dengan mempelajari fiqh mawaris (hukum kewarisan Islam) yang berisi tentang aturan-aturan siapa saja ahli waris, berapa bagiannya masing-masing dan cara menghitung harta waris.
Tahapan selanjutnya adalah Fiqh jinayah (hukum pidana Islam), isinya terkait aturan-aturan tentang tindak pidana manusia. Secara garis besar diklasifikasikan dalam tiga jenis tindak pidana, yaitu hudud, qishas-diyat dan ta’zir. Ketiga jenis tersebut memiliki cakupan yang sangat luas dan mendalam. Setelah itu baru mempelajari fiqh siyasah (politik Islam), isinya tentang bagaimana Islam memandang kehidupan bernegara dan pemerintahan, tentu saja didalamnya terdapat beberapa macam konsep, seperti konsep imamah, khilafah dan sebagainya. Kajiannya pun sangat dinamis karena melihat aspek historis dan realitas.
Akar Permasalahan
Setelah mengetahui materi yang berkembang, akhirnya saya berpikir dan ingin menanggapi tentang materi semester 1. Apa sebenarnya urgensi fiqh siyasah (politik Islam) diberikan kepada siswa kelas XII ? ada motif apa penyusun kurikulum tersebut? apakah materi tersebut sudah dipertimbangkan dengan benar? apakah penyusun kurikulum kehabisan ide atau mungkin kurang mengerti cabang-cabang dari fiqh itu sendiri.
Secara keilmuan mengajarkan sebuah pengetahuan sah-sah saja, tetapi juga perlu diketahui urutan dan urgensi yang dibutuhkan oleh siswa. Ibaratnya, kita akan mengajari anak tingkat SD/MI materi tentang fiqh mawaris (hukum Kewarisan Islam). Secara keilmuan sah-sah saja, tetapi apakah anak SD/MI butuh menghitung waris? Sedangkan anak-anak tingkat SD masih perlu kita tekankan masalah fiqh Ibadah.
Menurut pendapat saya, jika boleh diurutkan maka tingkat MI/SD materi fiqh ibadah dan fiqh makanan, tingkat MTs/SMP materi fiqh mu’amalah, tingkat MA/SMA fiqh munakahat, mawaris dan jinayah.
Materi fiqh jinayah diberikan di tingkat MA/SMA agar siswa mengetahui perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan berdosa, sehingga bisa menjadi solusi kenakalan remaja. Materi fiqh munakahat diberikan karena sebagai persiapan siswa menghadapi pernikahan dan rumah tangga, karena tidak semua lulusan MA akan melanjutkan ke perguruan tinggi, ada yang bekerja dan ada juga yang langsung nikah. Fiqh mawaris sebagai hubungan kausalitas adanya pernikahan menjadi salah satu sebab mendapatkan harta waris. Dengan demikian, apa yang mereka pelajari dapat bermanfaat dalam kehidupan kesehariannya.
Adapun kurikulum semester 2 berisi masalah proses ijtihad, materi ini terlalu berat bagi adik-adik tingkat MA/SMA. Kajian masalah proses Ijtihad ini sangat berat karena berkaitan dengan ilmu Ushul fiqh, Kaidah fiqh, maqashid al-shariah, al-qur’an dan cabang-cabang ilmu al-Qur’an, hadis dan cabang-cabang ilmu hadis. Tentunya prosedur dan tahapan dalam ijtihad ini diberikan kepada mereka yang benar-benar ingin mendalami syariat Islam. Sedangkan untuk pembelajaran tingkat MI/SD sampai MA/SMA cukup masalah fiqh.
Solusi:
Pada saat menyusun kurikulum, tim seharusnya tidak bekerja sendiri, namun perlu melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam bidangnya. Kurikulum pendidikan meski dalam wilayah ilmu pendidikan, namun ketika menyangkut masalah fiqh seharusnya melibatkan para pakar fiqh atau pakar syari’ah. Selain itu, karena dalam fiqh ada beberapa madzhab maka juga perlu melibatkan organisasi keagamaan. Sehingga kurikulum yang dihasilkan akan diterima oleh semua pihak dan mudah dipahami oleh peserta didik.
Sebagai contoh, Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang Jawa Timur pada tahun sebelumnya pernah mendapatkan protes dari masyarakat terkait isi buku agama. Pada tahun ini ada proses yang cukup baik. Sebelum buku agama dicetak, Dinas Pendidikan mengundang beberapa pihak seperti dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, akademisi, Kemenag Kab. Jombang dan yang lainnya untuk membahas buku yang akan dicetak mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA. Diskusi ilmiah terjadi dan menghasilkan buku yang bisa diterima oleh semua pihak. Pada saat itu, saya hadir dalam proses tersebut.
Akhirnya, demi menghindari konflik yang berkepanjangan sudah selayaknya pihak yang memiliki kewenangan dalam hal ini Kementerian Agama melalui struktural di bawahnya untuk MEREVISI Kurikulum Mata Pelajaran fiqh Tingkat Madrasah Aliyah secara umum dan khususnya untuk kelas XII .