Internasional

Gadget Kita Mendukung Pelanggaran HAM, Kok Bisa?

SURABAYA, FaktualNews.co – Ponsel di saku dan laptop di meja kita mungkin sangat membantu aktifitas, kinerja dan peningkatan produktifitas. Tapi tahukah Anda, gawai yang selama ini membantu pekerjaan kita sangat mungkin mengandung material yang berkaitan dengan berbagai pelanggaran dan konflik yang mengerikan?

Material seperti emas dan kobalt -biasa dipakai untuk bahan baku baterai lithium- serta komponen lainnya sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan dunia. Tapi pada saat yang sama keberadaan material-material itu juga berpotensi membahayakan kelangsungan kehidupan.

Dua laporan dari dua lembaga masyarakat sipil ternama The Enough Project dan Amnesty International mengungkapkan, material-material tersebut menjadi salah satu sumber pendanaan bagi kelompok-kelompok pengacau keamanan seperti yang terjadi di Republik Demokratis Kongo.

Menurut temuan itu, berbagai gadget yang selama ini akrab dengan keseharian kita diyakini terbuat dari bahan baku yang menjadi sumber pembiayaan konflik di berbagai tempat yang rentan.

Sejumlah perusahaan perangkat teknologi tinggi dan perhiasan kelas dunia berulang kali mendapat kritikan soal itu. Mereka membeli logam mulia, seperti emas, dari mata rantai pemasok yang hasilnya dipergunakan untuk membiayai peperangan dan pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Dua laporan itu mengapresiasi sejumlah perusahaan dan mencatat adanya perkembangan signifikan. Apresiasi terutama disampaikan kepada Apple dan Google. Dua vendor terkemuka itu dinilai telah mengindari pembelian material dari pemasok yang sedang terlibat konflik mineral dan terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia.

The Enough Project bahkan menjuluki Apple sebagai ‘clear leader’ dan mengatakan produsen gawai asal Amerika itu telah menjalankan usaha penting untuk mengembangkan proses penambangan mineral dari tambang-tambang yang menguntungkan masyarakat Kongo.

Apple mengatakan pihaknya telah mengambil kebijakan untuk menghindari kesembronoan dalam memperoleh suplai mineral yang berujung pada pembiayaan konflik dan pelanggaran hak asasi manusia.

Tidak hanya berkaitan dengan konflik dan pelanggaran hak asasi manusia, Apple juga dikatakan telah mengembangkan cara tertentu untuk mengontrol suplai mineral mereka dari sumber-sumber yang membahayakan kelestarian lingkungan dan perlindungan pekerja.

“Kami percaya dunia industri memiliki tanggung jawab yang besar untuk melindungi hak asasi manusia serta menjaga kelestarian lingkungan. Kami bangga telah diakui sebagai perusahaan terdepan terkait dengan pengelolaan suplai mineral,” kata Paula Pyers, kepala supplier responsibility Appel.

Menurut The Enough Project, banyak hal yang harus dilakukan perusahan terkait dengan isu konflik mineral dan pelestarian lingkungan. Mereka mengkritik sejumlah perusahaan besar yang tidak melakukan penataan suplai mineral dengan baik. Butuh dorongan lebih kuat untuk mendesak perusahaan-perusahaan tersebut agar menjauh dari mata rantai suplai mineral yang mendukung konflik di Republik Demokratis Kongo.

Peringkat di bawah Apple dan Google, The Enough Project menilai Samsung dan Toshiba masih memiliki kepedulian yang sangat rendah. Sementara Panasonic, IBM dan Sony sedikit lebih tinggi dibanding dengan perusahaan-perusahaan lainnya.

Laporan serupa dari Amnesty International, yang fokus pada produksi kobalt untuk baterai, juga menemukan banyak perusahaan teknologi terkenal tidak berbuat banyak untuk memastikan suplai mineral mereka aman bagi orang yang terlibat di dalamnya.

“Dalam hal ini pelaku terbaik di antara perusahaan teknologi adalah Apple, menyusul peringkat dibawahnya adalah Dell Technologies dan HP. Sedangkan yang berkinerja paling buruk adalah Huawei, Lenovo, Microsoft dan ZTE ,” demikian salah satu kesimpulan laporannya.