SIDOARJO, Faktualnews.co – Sidang dua terdakwa, The Riman Sumargo dan Djoni Harsono (76), Direktur dan Direktur Utama (Dirut) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jati Lestari Sidoarjo, Jawa Timur, kembali digelar di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Kamis (28/12/2017).
Sidang dengan agenda tanggapan eksepsi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Timur, Nizar dan Novan, berjalan cepat. Pihak penuntut umum, menolak eksepsi yang disampaikan tim penasehat hukum.
“Kami menolak eksepsi yang didalilkan penasehat hukum,” ujarnya, dalam membacakan eksepsi yang digelar di ruang sidang Candra. Pihak Penuntut umum, tetap kokoh dalam dakwaan yang sudah dibacakan pada agenda sidang dakwaan beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Tim Kuasa Hukum kedua terdakwa Budi Kusumaning Atik menilai terjeratnya kedua kliennya itu merupakan bentuk kriminalisasi pejabat bank.
Menurutnya, persoalan utang piutang atau perjanjian kredit antara nasabah debitur yakni Guntual dengan PT. BPR Jati Lestari selaku pihak kreditur masuk ranah perdata.
“Perkara ini adalah mutlak perkara perdata,” ujar Atik, Kamis (28/12/2017), ketika dihubungi melalui seluler.
Dia berpendapat, perkara kliennya itu masuk ke ranah pidana merupakan hal yang sangat tidak mendasar.
“Seharusnya, pihak penegak hukum menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu,” tegasnya.
Menurut Atik, dalam perkara yang menjeray kliennya itu, sudah sepatutnya Penuntut Umum memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 1980, mengenai langkah penyelesaian atas perselisihan pra-yudisial antara peradilan pidana dan peradilan perdata.
“Itu seharusnya menunggu keputusan perdata diputus terlebih dahulu, sebelum mempertimbangkan penuntutan pidana,” ungkapnya.
Atik menuturkan, perkara yang menjerat kliennya itu merupakan murni persoalan hutang-piutang atau perjanjian kredit antara nasabah debitur yakni Guntual dengan kliennya, pihak PT. BPR Jati Lestari selaku pihak kreditur sejak tahun 2004 dan berakhir pada tahun 2006 lalu.
Menurutnya, pihak debitur (Guntual) seharusnya menyelesaikan hutangnya senilai Rp. 250 juta, namun dia mengajukan perpanjangan pelunasan kredit hingga 22 Agustus 2008. Dia, sambungnya, juga meminta jaminan rumah, tidak didaftarkan lelang, untuk dieksekusi.
“Tetapi faktanya, hingga bulan April 2014, debitur (Guntual) diberikan toleransi waktu yang cukup panjang atau kurang lebih 6 tahun, namun tetap tidak kunjung melunasi kewajibanya,” jelasnya.
Atik menyampaikan, pihak kliennya juga sudah memberi peringatan pada saudara Guntual, jika tidak segera ada penyelesaian maka BPR Jati Lestari akan melakukan tindakan hukum. Namun, jelas Atik, upaya itu juga tidak dihiraukan oleh debitur.
Bahkan, debitur malah mencari alasan untuk mempermasalahkan terkait perjanjian kredit antara dirinya dengan BPR Jati Lestari. Padahal, ketika perjanjian awal debitur tidak pernah mempersalahkan apapun terkait perjanjian kredit tersebut.
“Kok sekarang malah klien kami yang dijerat perkara perbankan. Seakan-akan klien kami yang salah, ini memutar balikkan fakta,” jelasnya.
Dalam surat dakwaan, dua pejabat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jati Lestari Sidoarjo, didakwa telah melakukan perbuatan melanggar Pasal 49 Ayat 1 Huruf A, Pasal 49 Ayat 1 Huruf B, Pasal 49 Huruf C, Pasal 49 Ayat 2 Huduf B, Pasal 47 A dan Pasal 47 Ayat 1 Huruf A UU Perbankan.
Keduannya dilaporkan oleh Guntual, dengan tuduhan melakukan dugaan penipuan berkedok perbankan ke Polda Jatim, ketika proses hutang piutang itu.