Pendidikan

Sisi Lain Penyegelan SDN Kranggan 1 Mojokerto : Terkurung, Yasin Gagal Narik Becak

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Penyegelan SDN Kranggan 1 yang berada di jalan raya Pekayon No 14, Kota Mojokerto, Jawa Timur kini menjadi topik pembahasan panas di kalangan pejabat yang ada di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto.

Beberapa pihak mulai dari lingkup masyarakat, Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Mojokerto, Polres Mojokerto Kota, dan pejabat-pejabat lainnya hingga saat ini terus berupaya membebaskan hak siswa siswi SDN Kranggan 1 yang terpaksa tidak bisa menerima pelajaran.

Dibalik semua itu, seorang laki-laki berusia 51 tahun harus berjuang sendirian untuk terus memenuhi kebutuhan keluarga. Ia adalah Yasin, panggilan akrab penjaga SDN Kranggan 1 yang juga menjadi korban aksi penyegelan SDN Kranggan 1.

Saat terbangun dari tidurnya dan hendak menjalankan ibadah salat subuh di pagi pertama pada tahun 2018, ia pun dibuat panik. Bagaimana tidak, saat ia hendak menuju masjid yang tidak jauh dari SDN Kranggan 1, semua pintu gerbang telah terkunci rapat.

17 tahun sudah, laki-laki yang mempunyai nama asli Sinarto ini tinggal di komplek SDN Kranggan 1. Rumah dinas yang ia tempati berada di dalam komplek SDN Kranggan 1. Pintu gerbang utama dan pintu gerbang belakang, adalah jalan keluar dan masuk baginya.

Di pagi itu, ia mendapati gembok yang mengunci pintu-pintu itu ada dua macam. Gembok pertama, adalah gembok asli milik SDN Kranggan 1 yang biasanya ia buka. Sedangkan, gembok kedua merupakan gembok baru yang sengaja dipasang oleh orang yang tidak ia kenal. Sehingga, ia tak bisa membukanya.

“Malam waktu saya tidur, masih belum ada gembok-gembok baru ini. Setelah saya bangun mau salat subuh, pintu belakang sudah dikunci pakai kunci ban sepeda. Dan gerbang depan malah dirantai dan degembok. Saya tidak bisa keluar,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Selasa (2/1/2018).

Suami Winarsih (42) itu, selain bekerja sebagai penjaga SDN Kranggan 1, ia juga bekerja sebagai tukang becak. Sinarto mengeluh, saat pintu-pintu itu dalam keadaan terkunci, becak miliknya itu berada di dalam komplek SDN Kranggan 1.

“Becak saya ya tidak bisa keluar, saat itu kan sekolah masih libur, saya mau narik becak, pintunya disegel orang, ya saya tidak bisa narik becak,” ujarnya.

Sinarto terpaksa bekerja sebagai tukang becak, lantaran penghasilannya sebagai penjaga sekolah tidak cukup untuk kebutuhannya sehari-hari. Selama satu bulan, Sinarto menerima gaji sebesar Rp250 ribu. Sementara ia harus menafkahi istri dan dua anaknya yang saat ini masih kelas 1 SMA dan kelas 4 SD.

“250 ribu itu buat makan saja tidak cukup. Makanya saya cari tambahan uang dengan narik becak. Narik becak saja penghasilannya tidak seberapa. Kadang kalau ramai ya berangkat jam 7 pagi, pulang jam 3 sore dapat cuma 40 ribu. Kalau di sekolah ada acara, saya malah tidak narik becak sama sekali,” jelasnya.

Terpaksa, Sinarto harus membuat pintu darurat yang terbuat dari bekas atap seng yang sudah tidak terpakai. Pintu darurat itu berada di sebelah rumah dinas Sinarto yang saat ini digunakannya sebagai akses satu-satunya untuk keluar masuk rumah.

Sinarto mengaku, sebelum adanya penyegelan SDN Kranggan 1, ia sudah lebih dulu tahu bahwa tanah tempat berdirinya bangunan SDN Kranggan 1 sedang ada sengketa. “Sudah diberitahu sama kepala sekolah, kalau tanah ini sedang ada sengketa. Ya tidak kepikiran sampai terjadi seperti ini,” kata Sinarto.

Dengan adanya penyegelan dan relokasi tempat belajar mengajar SDN Kranggan 1, Sinarto sendiri masih bingung akan ditempatkan bekerja dimana. “Rencananya kan sementara pindah ke STIT Raden Wijaya, ya nanti apa kata kepala sekolah saja. Mungkin ya saya ikut pindah ke sana,” tuturnya.

Sinarto berharap, permasalahan penyegelan SDN Kranggan 1 itu agar segera terselesaikan. Sehingga, ia bisa kembali bekerja dengan nyaman seperti sedia kala.

Share
Penulis