Kewalahan Hadapi Taktik Masyarakat Sipil, Israel Cekal 20 NGO
SURABAYA, FaktualNews.co – Israel mengidentifikasi dan melarang 20 kelompok aktivis internasional memasuki negaranya, Minggu (7/1/2018). Kelompok-kelompok aktivis itu dinilai telah mengkampanyekan aksi boikot dan memicu meningkatnya perlawanan terhadap negara Yahudi tersebut. Aksi mereka dinilai menjadi ancaman serius.
Dikutip dari Fox News pada Senin (8/1/2018), tahun 2017 lalu Israel menetapkan sebuah undang-undang yang isinya mencekal aktivis manapun yang diketahui menyerukan boikot terhadap Israel.
Daftar cekal yang diumumkan Minggu (7/1/2018) itu merupakan tindak lanjut dari undang-undang itu. Apabila undang-undang ini benar dilaksanakan, dipastikan akan berdampak pada ribuan masyarakat.
“Daftar cekal ini merupakan langkah lain dalam perjuangan kita melawan hasutan dan kebohongan organisasi mereka. Organisasi penyeru boikot harus tahu bahwa negara Israel akan bertindak melawan mereka,” kata Menteri Urusan Strategis, Gilad Erdan, dalam sebuah pernyataan.
Dikatakan ‘blacklist’ itu merupakan bagian dari upaya Israel melawan gerakan akar rumput yang dikenal dengan nama gerakan BDS (Boycott, Divestment and Sanctions). Gerakan ini menyerukan boikot, divestasi dan sanksi terhadap Israel mengenai kebijakannya terhadap orang-orang Palestina.
Selain itu gerakan tersebut telah mendesak kalangan bisnis, seniman dan universitas untuk memutuskan hubungan dengan Israel. Seruan itu bahkan menyebar melalui ribuan relawan di seluruh dunia.
Para pendukung gerakan BDS mengatakan, taktik tersebut adalah cara mempromosikan tujuan Palestina dengan tanpa kekerasan.
Israel menegaskan, kampanye kelompok tersebut melampaui pertempuran pendudukan mereka atas wilayah Palestina. Bahkan lebih jauh aksi BDS seringkali menjadi kedok dari tujuan yang lebih luas. Yaitu mendelegitimasi atau menghancurkan negara Israel.
Kementerian Urusan Strategis Israel mengatakan, daftar ‘blacklist’ itu akan diserahkan kepada otoritas keimigrasian. Namun demikian, tidak ada penjelasan lebih detail bagaimana pencekalan itu akan diterapkan. Termasuk juga bagaimana penerapannya kepada warga Israel yang menjadi anggota lembaga tersebut. Juru bicara kementerian yang dipimpin Gilad Erdan itu tidak merspon permintaan klarifikasi oleh media.
Kantor Erdan mengatakan bahwa daftar tersebut akan diberikan kepada otoritas imigrasi Israel, namun tidak jelas bagaimana larangan tersebut akan diberlakukan, termasuk untuk warga Israel yang mungkin anggota kelompok tersebut. Seorang juru bicara Erdan tidak menanggapi permintaan klarifikasi.
Pernyataan Kementerian Urusan Setrategis, yang masuk daftar cekal itu berasal dari Amerika Serikat, Prancis, Afrika Selatan dan negara-negara lain. Mereka menjadi target pencekalan karena mereka adalah aktor-akror utama yang beroperasi secara konsisten dan terus menerus melawan Israel.
Salah satu lembaga yang di’blacklist’ oleh Israel, American Friends Service Committee (AFSC) mengatakan, pihaknya akan terus melanjutkan aksi untuk perdamaian dan keadilan.
“Kami telah melakukan seruan divestasi sejak peristiwa apartheid di Afrika Selatan. Dan saat ini kami melakukan hal yang sama yaitu menyerukan boikot, divestasi, dan sanksi untuk perjuangan orang-orang Palestina yang telah menghadapi pelanggaran hak asasi manusia dalam beberapa dekade, “kata Kerri Kennedy, seorang pejabat AFSC yang bertanggung jawab atas program internasional.
AFSC adalah sebuah kelompok yang didirikan oleh komunitas kristiani Quaker di Amerika Serikat yang fokus pada isu-isu perdamaian dan keadilan.
Selain organisasi BDS dan AFSC, organisasi Jewish Voice for Peace (JVP) yang berkedudukan di AS dan beranggotakan 13 ribu orang juga masuk dalam daftar cekal Israel.
“Israel’s decision to specifically ban JVP is disconcerting but not surprising, given the further erosion of democratic norms and rising anxiety about the power of BDS as a tool to demand freedom,” Jewish Voice for Peace wrote on Facebook in response to the decision.
“Keputusan Israel untuk secara khusus melarang JVP cukup membingungkan namun tidak mengherankan. Ini disebabkan adanya erosi norma-norma demokrasi dan meningkatnya kecemasan tentang kekuatan aksi boikot, divestasi dan sanksi sebagai sarana untuk menuntut kebebasan,” tulis akun Facebook, Voice for Peace, menanggapi pencekalan tersebut.
JVP adalah lembaga sayap kiri Yahudi yang berkedudukan di AS. Pandangan lembaga pembela kebhinejaan dan demokrasi ini sering menabrak kebijakan pemerintah Israel. Lembaga ini fokus pada konflik antara Palestina dan Israel.