JAKARTA, FaktualNews.co – Pada Oktober tahun lalu, tepatnya sejak tanggal 20 Oktober sampai dengan 13 November 2017, Bupati Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip, bepergian ke Amerika. Kepergiannya kala itu menyisakan polemik.
Akibat kepergiannya, Bupati cantik asa Kepulauan Talaud di wilayah Sulawesi Utara itu harus menerima konsekwensi ‘dilepaskan’ dari jabatannya. Sri Wahyumi, dianggap meninggalkan tugas tanpa izin dalam rentang waktu yang cukup lama.
Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 131.71-17 tahun 2018, tertanggal 5 Januari 2018, Sri Wahyumi diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Bupati Talaud. Penonaktifan itu berlaku 3 bulan kedepan.
Sri Wahyumi, dinyatakan melangar Pasal 77 ayat 2 UU Pemda yang menyebutkan bahwa kepala daerah yang pergi keluar negeri harus seizin Mendagri. Dalam surat itu juga disebutkan pasal yang jadi dasar penonaktifan Sri Wahyumi sebagai kepala daerah.
Pasal yang dimaksud adalah Pasal 76 ayat 1 huruf (i) UU Pemda. Menurut pasal tersebut, kepala daerah dapat dikenai sanksi pemberhentian sementara.
Usai melantik Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat ditanyai para wartawan tentang pemberhentian Sri Wahyumi sebagai Bupati Talaud.
Dikatakan Tjahjo, persoalan tersebut sebaiknya itu ditanyakan ke Direktur Jenderal Otonomi Daerah, karena yang tahu persis duduk perkaranya. Yang pasti, ujar Tjahjo, kepala daerah itu harus paham, tahu dan taat aturan.
Termasuk soal izin ketika hendak pergi keluar negeri, entah itu dalam urusan dinas, keluarga atau dalam rangka berobat. “Semua kepala daerah harusnya tahu aturan, bahwa menyangkut izin,” kata Tjahjo di Jakarta, Senin (15/1).
Dipaparkan, saat diklarifikasi oleh Tim Kemendagri, mengakui pergi tanpa izin. “Menyangkut izin yang lain izin kok. Minimal telepon dulu. Kalau dia sakit mendadak urus suratnya. Atau Sekdanya yang ngurus. Dan dia sudah diklarifikasi oleh Otda. Dan mengakui kok (pergi keluar negeri tanpa izin),” kata Tjahjo.
Saat ditanya apakah ada persoalan politik antara Bupati Talaud dengan Gubernur Sulawesi Utara, Tjahjo menampiknya. Ia tak melihat, ada persoalan politik antara gubernur dengan bupati.
Ini semata, ketidaktaatan kepala daerah pada aturan. “Enggak ada urusan politik. Enggak ada,” tandas Tjahjo Kumolo.
Terpisah, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPD dan Hubungan Antarlembaga (FKDH) Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, di Jakarta, Senin (15/1/2018).
Menurut Akmal, seperti dilansir laman resmi Kemendagri, setelah melakukan pemeriksaan dan klarifikasi, Mendagri Tjahjo Kumolo akhirnya memutuskan untuk menonaktifkan Bupati Talaud dan menunjuk Wakil Bupati Talaud Petrus Tuange sebagai pelaksana tugas kepala daerah. Dasar hukum pemberhentian sementara Bupati Talaud, adalah UU Pemda.
“Kita perjelas pemberhentian sementara, ada dasar hukumnya, tepatnya Pasal 77 ayat 2. Intinya kita menegakkan UU. Pasal 76 UU No 23 tahun 2014 mengatakan kepala daerah dilarang untuk meninggalkan 7 hari berturut-turut ataupun berturut-turut dalam waktu satu bulan,” kata Akmal.
Akmal juga mengungkapkan, dalam kasus penonaktifan Bupati Talaud, pihaknya terlebih dahulu mendapat laporan dari Gubernur Sulawesi Utara. Laporan dari Gubernur Sulut, diterima pada 9 November 2017.
Disebutkan dalam laporan tersebut, Bupati Talaud meninggalkan daerahnya tanpa izin mulai dari tanggal 21 Oktober sampao 13 November 2017. Baru setelah itu Kemendagri menindaklanjuti laporan Gubernur dengan menurun tim untuk melakukan klarifikasi.
“Itu artinya lebih dari 7 hari. Beliau (Bupati Talaud) mengatakan tujuh hari berturut-turut. Itu harus diberikan (sanksi). Intinya kita hanya menegakkan aturan.