JAKARTA, FaktualNews.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, diminta meninjau ulang keputusan pemangkasan jumlah Penyuluh Perikanan Bantu (PBB) se Indonesia. Hal itu disampaikan anggota Komite II DPD RI, Ahmad Nawardi.
Menurut Nawardi, sebagai negara maritim dengan potensi kelautan dan perikanan mencapai Rp 3.000 triliun pertahun, sudah selayaknya Indonesia memiliki jumlah penyuluh perikanan dalam kapasitas besar.
Atas dasar itu, Nawardi meminta kebijakan pengurangan jumlah Penyuluh Perikanan Bantu dari 2.500 orang menjadi 2.000 orang ditinjau ulang. Itu untuk mengoptimalkan sumberdaya kelautan dan perikanan.
“Sayang, jumlah penyuluh perikanan terbilang minim. Akibatnya banyak potensi yang tidak dapat digarap dengan maksimal karena kurangnya pengetahuan masyarakat. Padahal peran serta penyuluh perikanan amat diperlukan. Sehingga idealnya jumlah penyuluh ditambah bukan justru dikurangi,” kata Nawardi kepada wartawan, Jakarta, Minggu, (21/01/2017).
Selain itu, sejak rekrutmen PPB dialihkan ke pusat sebagaimana diatur dalam UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat kelautan dan perikanan, termasuk status kepegawaian penyuluh perikanan, kata Nawardi, justru semakin mempersulit penyuluh.
Belum lagi rencana KKP untuk rolling kerja penyuluh dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya dinilai Nawardi semakin mempersulit kerja penyuluh ke depan. Sedangkan pada sisi lain, keberadaan penyuluh terkesan kurang diperhatikan.
“Padahal tenaga penyuluh mesti diberdayakan untuk memperkuat basis data KKP. Sehingga pengambilan kebijakan KKP efektif untuk mendorong kesejahteraan dan peningkatan hasil tangkap nelayan,” ujar mantan anggota DPRD Jawa Timut tersebut.
Senator kelahiran Madura itu juga mengakui, jika penyuluh perikanan menghadapi berbagai persoalan dalam memainkan peranannya. Pertama, kualitas sumber daya pelaku. Kedua, perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga, peningkatan kapasitas penyuluh dalam menghadapi tantangan mengembangkan kelompok masyarakat.
“Karena situasi yang dihadapi penyuluh di lapangan tidak mudah, tentu KKP harus mempertimbangkan usulan dari mereka untuk diangkap sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) seperti Penyuluh Pertanian. Ini untuk mengapresiasi kerja mereka di lapangan sebagai ujung tombak yang bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi perikanan di Indonesia,” ujar Nawardi.
Nawardi berharap KKP untuk menambah tenaga penyuluh perikanan atau setidaknya tidak mengurangi jumlah yang ada. Termasuk memberikan kepastian kepada penyuluh melalui pemberian kontrak dan honor kerja yang proporsional.