JAKARTA, FaktualNews.co – Pemerintah diminta tidak memaksakan penunjukan perwira aktif Polri/TNI sebagai pelaksana tugas atau penjabat Gubernur, pada beberapa Provinsi yang sedang menggelar Pilkada Tahun 2018.
Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri menyatakan, pemerintah wajib menjaga semangat reformasi yang mengutamakan supremasi sipil dan telah berlangsung selama hampir 20 tahun ini.
“Kami mendesak Presiden untuk tidak menerbitkan Keputusan Presiden mengenai pelaksana tugas atau penjabat Gubernur dari kalangan non sipil (TNI/Polri),” demikian kata Mustafa Fakhri, dalam keterangan tertulis yang diterima FaktualNews.co. Minggu (28/1/2018).
Mustafa Fakhri juga mengingatkan kembali kepada Pemerintah untuk senantiasa mengelola negeri ini sesuai dengan koridor hukum yang berdasarkan Konstitusi.
“Jangan sampai kebijakan yang diputuskan oleh Pemerintah justru menghidupkan kembali rezim otoritarianisme baru dan mematikan kehidupan berdemokrasi di Indonesia yang telah diperjuangkan oleh rakyat Indonesia,” lanjutnya.
Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan wacana untuk menjadikan unsur kepolisian sebagai pelaksana tugas atau penjabat Gubernur untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, baik disebabkan petahana yang cuti mengikuti Pilkada maupun karena berakhirnya masa jabatan kepala daerah sebelum pilkada berlangsung.
Rencana tersebut menurut Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, jabatan penjabat Gubernur dari unsur kepolisian bertentangan dengan UU Pilkada dan konstitusi RI serta berdampak pada pudarnya netralitas Polri sebagai amanat dari reformasi.