SUMENEP, FaktualNews.co – Front Pemuda Madura (FPM) mengambil sikap serius untuk mengawal dugaan aksi premanisme yang terjadi di RSUD dr Moh Anwar Sumenep, Madura, Jawa Timur, Jum’at pekan lalu. Dugaan aksi premanisme itu dialami Indra Wahyudi.
Dalam konferensi persnya, FPM menilai dugaan perlakuan tidak menyenangkan itu berupa tindakan ancaman dan perilaku tidak etis berupa menggebrak meja yang dilakukan oknum Perawat RSUD Moh Anwar.
Berdasarkan pengakuan Indra Wahyudi yang juga menjabat Ketua Fraksi Partai Demokrat, perisitwa bermula saat dirinya mau keluar dari ruang rawat inap tempat kerabatnya dirawat. Namun, saat hendak keluar justru pintu dalam keadaan terkunci dengan dalih jam besuk sudah habis.
Saat Indra Wahyudi meminta pintu untuk segera dibuka karena pada saat yang bersamaan Indra harus segera berangkat melaksanakan tugas kedewanan di Jakarta, tapi reaksi perawat justru berlebihan.
“Saya hanya minta kunci, agar pintu yang digembok itu dibuka, karena disaat yang bersamaan saya dikejar waktu (terburu-buru) takut tidak nutut pesawat karena hendak ke Jakarta,” tuturnya, Senin (12/2/2018).
Puncaknya, perawat dimaksud justru menolak sambil menggebrak meja disertai kata-kata kasar. Mirisnya, perawat dimaksud justru masih berniat untuk mencegat politisi partai berlambang mercy di luar ruangan.
Oleh karenanya, pihak rumah sakit ditantang membuka CCTV yang ada, agar cerita yang disampaikan tidak simpang siur. Karena dari pengakuan Indra, ada perlakuan intimidasi yang diterimanya dari pihak oknum RSUD.
“RSUD harus berani buka CCTV itu, selain gebrak meja, saya didorong oleh yang bersangkutan. Ini tindakan intimidasi, saya loh anggota dewan, apalagi masyarakat biasa, miris kan?,” inbuhnya.
Sementara itu, Koordinator FPM wilayah Sumenep, Moh Mayyis menjelaskan, rentetan cerita yang disampaikan Indra Wahyudi membuka tabir kelam tentang buruknya kualitas layanan kesehatan di RSUD Moh Anwar.
“Bayangkan, sekelas anggota dewan mendapat perlakuan tidak menyenangkan, apalagi rakyat miskin dari pinggiran pedesaan, justru perlakuan perawat akan semakin ‘kejam’ dan tidak manusiawi,” katanya, Senin (12/2/2018).
“Buruknya kualitas layanan kesehatan di RSUD Moh Anwar merupakan puncak gunung es yang sudah terjadi sejak dulu dan terkesan ada pembiaran oleh pimpinan sebagai pengendali yang bertanggung jawab atas setiap peristiwa yang terjadi untuk memperbaiki tata kelola dan manajemen layanan RSUD Moh Anwar,” papar Moh Mayyis.
Seharusnya, lanjut Mayyis, Pemkab Sumenep melakukan evaluasi secara komprehensif, terutama dalam aspek kualitas layanan publik secara berkala. Langkah ini, jelasnya, untuk menghindari agar persoalan serupa tidak terulang kembali.
Dikatakan, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesahatan (Kepmenkes) Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal dalam Bab IV, dijelaskan jika kepala daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Palayanan Minimal yang dilaksanakan Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota.
“Atau justru RSUD Moh Anwar tidak mengantongi Standar Pelayanan Minimal sehingga perawat cenderung mengabaikan hak-hak publik,” ujar Moh Mayyis.
“FPM dalam hal ini siap membawa kasus ini ke Kementrian Kesehatan (Kemenkes) untuk merekomendasikan pencabutan akreditasi RSUD Moh Anwar. Karena dalam praktiknya, layanan kesehatan yang diberikan RSUD Moh Anwar kepada masyarakat masih sangat buruk,” tegasnya.
Front Pemuda Madura (FPM), ujar Moh Mayyis, mengutuk keras tindakan premanisme yang tidak pantas secara etik dan moral yang dengan sengaja dilakukan oleh perawat RSUD Moh Anwar terhadap Indra Wahyudi.
Selain itu, Shohibul Arifin selaku Pengacara hukum Indra Wahyudi menegaskan, penyelesaian secara hukum dianggap salah satu pilihan paling tepat untuk memberikan efek jera kepada perawat dimaksud sekaligus memberikan pelajaran bagi seluruh stake holder RSUD Moh Anwar untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan.
“Jika tidak ada reaksi dan niat baik pihak RSUD, ya terpaksa kita bawa ini ke ranah hukum, karena ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.