Politik

Tayangkan Iklan Kampanye Diluar Jadwal, Parpol dan Media Massa Terancam Sanksi

JAKARTA, FaktualNews.co – Partai Politik dan media massa terancam sanksi jika menayangkan iklan kampanye di luar masa kampanye. Penayangan iklan kampanye hanya bisa difasilitasi oleh penyelenggara Pemilu.

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Hardly Stefano mengungkapkan, ada tiga potensi masalah yang mungkin terjadi sebelum masa kampanye dimulai pada 23 September mendatang. Iklan kampanye, sebut Stefano, adalah satu di antaranya.

Tidak hanya itu, perbedaan frekuensi tayang iklan kampanye antara peserta yang ditayangkan media massa juga akan dipantau. Diantara iklan yang ditayangkan, Stefano menilai, jelang hari keagamaan menjadi periode yang sangat rentan terjadi pelanggaran.

“Catatan penting adalah pada hari-hari besar keagamaan yang memungkinkan banyak peserta Pemilu yang menggunakan momen untuk mengucapkan ‘selamat merayakan’. Ini bisa masuk dalam kategori [pembentukan] ‘citra’,” kata Stefano di Jakarta, Senin (26/2/2018).

Oleh karena itu, gugus tugas yang dibuat oleh KPI bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Pers telah terlebih dahulu memetakan potensi masalah yang mungkin dihadapi, 217 hari sebelum hari pertama masa kampanye dimulai.

Diketahui, penandatanganan Keputusan Bersama tentang Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2018 melalui Lembaga Penyiaran, Perusahaan Pers, Pers Asing dan Pers Nasional antara empat lembaga tersebut telah ditandatangi pada 8 Februari lalu.

Sejak nomor urut partai politik yang akan bertarung pada Pemilu 2019 diumumkan oleh KPU pada 17 Februari lalu, KPI mencatat, per 22 Februari sudah ada delapan stasiun televisi yang telah menghentikan penayangan iklan politik.

Meski begitu, kata Stefano, saat ini masih tersisa empat stasiun TV yang menayangkan iklan politik.

“Kalau tidak ada aturan untuk penayangan iklan, maka ruang frekuensi publik akan sangat gaduh,” tegas Stefano, dilansir Anadolu Agency.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan di tempat yang sama mengatakan iklan kampanye harus dibatasi dan diatur sedemikian rupa karena lembaganya akan memfasilitasi kebutuhan iklan peserta pemilu dengan adil dan setara.

Hal itu dilakukan mengingat terdapat beberapa partai politik yang diketahui berafiliasi dengan perusahaan media massa.

“Kami akan memfasilitasi meski peserta juga dapat membuat alat peraga sendiri. Namun tetap di dalamnya juga harus menggunakan prinsip keadilan dan kesetaraan,” sebut Wahyu.

Selain perkara iklan kampanye, potensi masalah lainnya menurut kacamata KPI adalah pemberitaan media massa. Stefano menilai perusahaan media harus dengan tegas memegang prinsip keberimbangan dan proporsi pemberitaan. Begitupun dengan kehati-hatian dalam framing dan penggiringan opini.

“Peliputan tentang potensi pelanggaran oleh peserta pemilu dan penayangan kembali peliputan kampanye pada masa tenang juga berpotensi menjadi masalah,” ujar Stefano.

Tidak hanya itu, dia berujar, penyampaian dan pembahasan hasil jajak pendapat pada masa tenang, hari pemilihan ataupun sebelum TPS (Tempat Pemungutan Suara) ditutup, peliputan on the spot peserta pemilu pada hari H juga mampu menimbulkan perkara.

Penayangan hasil hitung cepat pada hari H sebelum TPS tutup yang berbeda antara wilayah Indonesia timur dengan barat, kata Stefano, juga dapat menyebabkan friksi. Akhirnya, imbuh dia, akan muncul perbedaan informasi hasil suara.

“Menurut kami, penayangan hitung cepat harusnya dua jam setelah TPS tutup di seluruh wilayah Indonesia,” tukas Stefano.

Adapun potensi masalah lainnya terdapat pada program penyiaran. Catatan pertama yang dipantau tim gugus tugas dalam hal penyiaran adalah pembawa program siaran yang menjadi peserta Pemilu. KPI menegaskan hal tersebut sebagai hal yang dilarang.

Selanjutnya, peserta Pemilu yang didaulat sebagai partisipan sebuah program siaran hiburan, keberimbangan dan proporsionalitas dalam program siaran dialog atau monolog, hingga program siaran dialog yang menyerupai konsep debat, tegas Stefano, harus ditayangkan dengan menggunakan peraturan yang berlaku.