FaktualNews.co

Ketimpangan dan Intoleransi, Dua Masalah Serius Dalam 20 Tahun Masa Reformasi

Nasional     Dibaca : 965 kali Penulis:
Ketimpangan dan Intoleransi, Dua Masalah Serius Dalam 20 Tahun Masa Reformasi
FaktualNews.co/Istimewa/
Ilustrasi

JAKARTA, FaktualNews.co – Setelah menumbangkan pemerintahan otoriter 20 tahun lalu, Indonesia kini menghadapi dua persoalan pokok. Dua masalah pokok tersebut, tingginya ketimpangan kekayaan dan maraknya praktik-praktik intoleransi.

Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesia Development (Infid), Sugeng Bahagijo mengatakan, meski rasio gini saat ini turun menjadi 0,39 dari 0,41 pada 2014, namun ketimpangan kekayaan masih sangat lebar.

Rasio gini adalah indeks yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pengeluaran golongan masyarakat miskin dan kaya. Nilainya berada di antara 0 hingga 1, semakin tinggi nilainya berarti semakin tinggi ketimpangan yang terjadi.

Menurut Sugeng, seperti dilansir Anadolu Agency, sebanyak 1 persen dari penduduk kaya di Indonesia memiliki aset setara 45 persen total kekayaan nasional.

“Persepsi masyarakat juga menyebutkan ketimpangan meningkat,” ujar dia di Jakarta, Kamis (1/3/2018).

Menurut Sugeng, pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo harus diimbangi dengan investasi sumber daya manusia. Khususnya pendidikan bagi angkatan muda dan perempuan.

“Harus segera melaksanakan sistem jaminan sosial baru yang banyak negara sudah menerapkannya, yaitu tunjangan pengangguran dan beasiswa pelatihan kerja,” ujar dia.

Ketimpangan ini, menurut Sugeng, salah satunya disebabkan struktur pajak yang sudah ketinggalan zaman.

Dalam struktur ini, karyawan masih menyumbangkan pajak penghasilan paling besar dibanding orang kaya. Kontribusinya sekitar 12 persen, sedangkan non karyawan hanya 1 persen pada penerimaan pajak.

Selain itu, menurut Sugeng, rasio pajak juga masih rendah, berkisar 11-12 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Seharusnya sebagai negara berkembang rasio pajak berkisar 20-30 persen.

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dian Kartika Sari mengatakan, selain ketimpangan ekonomi, ketimpangan gender juga masih terjadi.

Salah satu penyebabnya adalah perkawinan anak yang menjadi akibat sekaligus sebab ketimpangan dan melanggengkan pemiskinan.

“Perkawinan anak juga menghasilkan stunting, putus sekolah, menurunnya derajat kesehatan perempuan, kekerasan, dan kematian ibu melahirkan,” ujar dia.

Soal intoleransi, Ketua Badan pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Totok Yulianto mengatakan kelompok intoleran muncul dengan memanfaatkan ruang-ruang dan lembaga demokrasi dengan menggunakan berbagai media, termasuk media sosial.

Menurut Totok, kelompok ini berhasil menggunakan sentimen politik identitas, sentimen keagamaan untuk memenangkan kontestasi politik.

“Pemerintah harus bertindak tegas pada kampanye intoleransi yang berpotensi merusak kemajemukan. Terutama dalam Pilkada serentak tahun ini,” ujar Totok, dilansir Anadolu Agency.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Syafi'i
Sumber
Anadolu Agency