JAKARTA, FaktualNews.co – Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar melemah hingga berada di kisaran Rp13.700-Rp13.800. Namun, para pelaku bisnis mengaku tidak terlalu khawatir dengan kondisi ini.
Menurut para pebisnis, kondisi ini dianggap belum mengganggu aktivitas perekonomian di dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengatakan kepada Anadolu Agency, Jumat (2/3/2018), para pengusaha masih menganggap wajar kondisi ini.
“Ekspor saat ini justru mulai naik karena harga komoditas naik,” jelas Hariyadi.
Dia juga mengaku optimis sepanjang tahun ini rupiah akan berada di level Rp13.400 meskipun saat ini masih di kisaran Rp13.700.
Pengusaha, menurut dia, masih merasa nyaman dengan kurs rupiah terhadap dolar maksimal hingga Rp13.500. “Dua bulan lagi kemungkinan rupiah kembali ke level ini,” ungkap Hariyadi.
Meskipun pelemahan rupiah terhadap dolar berpengaruh terhadap harga barang-barang yang diimpor, Hariyadi mengatakan, pengusaha cukup fleksibel menyiasati hal tersebut dengan mengurangi volume impor.
“Tapi sekarang impor sebenarnya tidak masalah karena kebanyakan untuk barang modal seperti untuk pembangunan infrastruktur dan pabrik. Jadi impornya produktif,” lanjut dia.
Dengan begitu, para pengusaha saat ini menurut dia masih tenang tanpa merasa terganggu dengan kondisi rupiah terkini.
Hariyadi juga mengatakan, pengusaha hingga saat ini belum berfikir untuk melakukan penyesuaian harga berbagai produk di pasar sehingga masyarakat tidak perlu resah.
Dampak pidato Gubernur The Fed
Secara terpisah, Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi mengatakan, dolar semakin perkasa karena didorong oleh pernyataan Gubernur The Federal Reserve System Jerome Powell.
Pengganti Janet Yellen tersebut dalam penampilan pertamanya di depan publik berjanji untuk mencegah terjadinya kondisi ekonomi yang telalu panas (overheating), namun tetap akan menjalankan rencana untuk menaikkan suku bunga secara bertahap.
Dia juga menyampaikan bahwa ekonomi mulai menguat. Pernyataan tersebut meningkatkan spekulasi di kalangan investor bahwa bank sentral AS akan menaikkan suku bunga hinga empat kali pada tahun ini.
“Padahal sebelumnya the Fed memproyeksikan kenaikan suku bunga pada tahun ini hanya tiga kali,” jelas Wafi.
Oleh karena itu, Wafi melihat pelemahan rupiah ini didominasi oleh faktor eksternal. Sementara secara domestik, minimnya sentimen positif terhadap perekonomian menurut dia membuat laju pelemahan rupiah tidak tertahan.
“Tapi ini bukan berarti secara fundamental ekonomi kita lemah. Karena masih ada data penguatan ekonomi yang belum keluar seperti data GDP,” urai dia.
Pada saat data GDP diperkirakan akan keluar pada Mei nanti, menurut dia dapat menjadi sentimen domestik terhadap perekonomian nasional.
Berdasarkan hal tersebut, Wafi juga mengamini pendapat Hariyadi Sukamdani, bahwa pelemahan rupiah kali ini tidak terlalu mengkhawatirkan.
Dia mengatakan, Bank Indonesia sudah melakukan intervensi dan hadir di pasar mata uang dalam beberapa hari terakhir untuk membatasi melemahnya rupiah agar tetap stabil.
“Cadangan devisa kita juga mencukupi sehingga rupiah tidak akan tembus Rp14 ribu,” lanjut dia.