JOMBANG, FaktualNews.co – Menyambut hari raya Nyepi, umat Hindu di Kabupaten membakar ogoh-ogoh sebagai simbol bentuk pemusnahan keangkaramurkaan sifat buruk manusia. Supaya dalam memulai Nyepi, umat sudah dalam keadaan suci.
“Ogoh-ogoh merupakan simbol dari sifat raksasa seperti rakus, iri, tamak dan angkara murka yang dimiliki manusia. Harus dibuang jauh,” kata Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Jombang, Katijo Salam Raharjo.
Menurutnya, segala sifat negatif yang bercokol di hati manusia dilenyapkan untuk menuju kesucian jiwa. Penyucian diri ini bagi umat Hindu.
Pembakaran ogoh-ogoh berarti simbolisasi penetralisiran kekuatan-kekuatan negatif dalam kehidupan manusia. Segala sifat negatif yang membebani manusia dibakar atau dihilangkan untuk menuju penyucian jiwa.
“Sebelum melakukan Catur Brata, umat harus suci,” tutur Katijo.
Hari ini, umat Hindu di Kabupaten Jombang melaksanakan Catur Brata yakni Amati Geni atau tidak boleh menyalakan api, tidak boleh bepergian (Amati Lelungan), dan tidak boleh bekerja (Amati Karya).
Pantaun FaktualNews.co di pura Amrta Buana Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Ngoro, Jombang, nampak umat Hindu menjalankan Catur Brata di pura setempat, Sabtu (17/3/2018).
Mereka lebih suka menjalankan ritual Catur Brata di pura, karena lebih khusuk dan tidak banyak gangguan.
Brata Penyepian umat Hindu di Jombang ini diisi dengan sembhayang dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Sedangkan, umat Hindu yang tidak sempat ke pura mereka biasnya menjalankan Brata Penyepian di masing-masing rumah. Selama Brata Penyepian ini, umat Hindu di Dusun Ngepeh, Jombang tidak makan dan minum, tidak boleh membunyikan suara serta tidak boleh berpergian.
Hidup rukun antar umat beragama
Diketahui, kerukunan beragama di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Jombang tetap terjaga dengan harmonis. Meski, di dusun yang berpenduduk 1.400 jiwa ini dihuni terdapat tiga agama berbeda yang dianut warga setempat, yakni Islam, Hindu, dan Kristen.
Meski berbeda agama penduduknya yang mayoritas petani ini hidup rukun dan tidak nampak saling menonjolkan agama atau keyakinan masing-masing.
“Kita boleh berbeda keyakinan, namun kerukunan antar penduduk harus tetap terjaga dan lestari,” tutur tokoh agama Hindu Dusun Ngepeh, Nuralim Wahyudi.
Kerukunan umat beragama di Dusun Ngepeh ini sangat terlihat, tidak ada gesekan sedikit pun. Bahkan, makam tiga agama menjadi satu lokasi.
Menurut Nuralim, meski tiga agama yang dianut dan diyakini warga kampung pasti memunculkan perbedaan, belum lagi ditambah dengan perbedaan sekte atau aliran pada masing-masing agama. Namun, perbedaan keyakinan di Ngepeh tidak pernah memunculkan permusuhan antar pemeluk keyakinan.
Kerukunan antar umat beragama diwujudkan dalam bentuk interaksi dan kegiatan sosial sehari-hari. Semua penganut agama itu hidup berdampingan secara rukun. Tidak ada gesekan dan tidak ada pertentangan.
Jika seorang warga mendapatkan kesusahan, semua ikut merasakan tanpa membedakan agama masing-masing. Tentang hubungan dengan tuhannya masing-masing, persoalan tersebut diserahkan kepada masing-masing pemeluknya.