SURABAYA, FaktualNews.co – Pasangan calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada 2018 harus cerdas dalam menyampaikan janji-janji selama kampanye agar tidak tersandung hukum karena dianggap melanggar Undang-Undang nomor 10 tahun 2016.
“Dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2016 pasal 73 ayat 1 itu memang pasangan calon dilarang untuk menjanjikan materi atau uang selama kampanye, arahnya itu dalam politik uang. Dalam konteks kampanye memang cukup sulitlah untuk menghindar atau mengetahui batasan menjanjikan, kalau kita bicara program-program calon itu kan isinya menjanjikan semua,” terang Pakar Politik Universitas Airlangga Surabaya Ucu Martanto saat ditemui di tempat kerjanya oleh FaktualNews.co, Senin (9/4/2018).
Berbeda dengan kasus yang terjadi di Kota Mojokerto, kesalahan fatal yang dilakukan oleh calon walikota Ika puspitasari adalah janji memberikan ambulans kepada warga akan direalisasikan pada saat masa kampanye.
“Ini yang menurut saya punya potensi masuk dalam politik uang. Yang kedua, kalau itu bagian program misalnya untuk operasional kesehatan seharusnya pasangan calon bisa mengatakan bahwa pemberian sarana prasarana kesehatan itu ada pada program soal kesehatan,” lanjutnya.
Ucu meminta Panwaslu Kota Mojokerto lebih peka melihat kasus-kasus yang mengarah pada money politik dan lebih terbuka serta tegas dengan memberikan sanksi terhadap pasangan yang terbukti melakukan tindakan tersebut sampai dengan sanksi pencoretan dari kontestasi Pilkada terhadap peserta.
Belakangan, Panwaslu kota Mojokerto memutuskan sanksi terhadap Calon Walikota Mojokerto Ika Puspitasari yang diketahui telah menjanjikan akan memberikan ambulans untuk warga Balongcangkring, Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto itu tidak bisa diberikan.
“Itu perlu dimintai transparansi terutama pada Panwaslu dan Banwaslu, Ini yang harus dibuka. Karena jika tidak dibuka saya kira ini akan berbahaya, kepercayaan publik terhadap Panwaslu bisa luntur, jangan bermain main dengan kepercayaan publik. Buka saja apa yang menjadi keputusan Panwaslu. Kalau misalnya tertutup, masyarakat akan berspekulasi, ini yang saya katakan berbahaya bagi masa depan demokrasi,” imbuhnya.
Pasangan lain juga diminta untuk mengawasi, hal ini dilakukan agar terjadi check and balance diantara peserta Pilkada. Jika ada pasangan lain terindikasi melakukan kecurangan serta pelanggaran undang-undang Pilkada, pasangan lain bisa melaporkannya.
Sementara jika pelanggaran hukum justru dilakukan oleh Panwaslu, Ucu mengatakan perlunya dibuat laporan kepada Badan Kehormatan Pemilu atau yang disebut dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP).
“Jadi misalnya ditemukan (Panwaslu) bermain main ajukan ke DKPP, itu masalah kode etik. Bisa dilakukan warga atau masyarakat umum,” pungkasnya.