Olimpiade Tokyo 2020, Stadion Jepang Gunakan Kayu Ilegal dari Indonesia
SURABAYA, FaktualNews.co – Olimpiade Tokyo 2020 digembar-gemborkan sebagai erhelatan olahraga paling ramah lingkungan dalam sejarah. Namun kenyataanya stadion Nasional Jepang dituduh menggunakan kayu tak bersertifikat dari hutan adat di Indonesia dan Malaysia.
Sejak awal Shin kokuritsu kyōgijō alias stadion nasional teranyar milik Jepang sudah berpeluh drama. Stadion yang sejatinya akan menjadi episentrum perhelatan akbar Olimpiade Tokyo 2020 itu awalnya didesain oleh arsitek ternama Zaha Hadid.
Namun berkat gugatan dua arsitek lokal, Dewan Olahraga Jepang akhirnya memecat arsitek perempuan asal Irak itu dan menyerahkan pengerjaan desain pada Kengo Kuma, yang ikut memrotes desain “tempurung beton” ala Hadid dan berjanji memolesnya menjadi lebih ramah lingkungan dengan menempatkan kayu lapis sebagai elemen utama desain.
Jepang yang sejak awal berambisi menjadikan Olimpiade Tokyo sebagai perhelatan olahraga paling ramah lingkungan pun tergiur oleh gagasan sang arsitek. Namun belakangan ketahuan, pembangunan Shin kokuritsu kyōgijō tidak menggunakan kayu lokal seperti yang dijanjikan Kuma, melainkan kayu tropis asal Malaysia dan Indonesia.
Beberapa pekan silam Rainforest Action Network (RAN) merilis laporan bagaimana 87 persen kayu lapis yang digunakan Jepang berasal dari berbagai kawasan di Kalimantan yang didominasi hutan adat.
“Kebanyakan kayu yang digunakan tidak bersertifikat dan berasal dari kawasan yang meranggas akibat laju deforestasi paling cepat di dunia,” kata Hana Heineken dari RAN kepada Climatchangenews.
Pada 2017 silam sekelompok masyarakat adat dari suku Penan di Serawak mendesak Komite Olimpiade Tokyo untuk menghentikan pembelian kayu dari Shin Yan, perusahaan Malaysia yang sering dituding melakukan deforestasi dan alih fungsi lahan secara ilegal. “Tokyo menjanjikan turnamen hijau dengan slogan ‘Fair Play for Earth’. Komitmen ini harus juga dijaga ketika membangun stadion nasional,” tulis penggugat dalam sebuah surat terbuka.
Buat melindungi hutan adat seluas 163.000 hektar, anggota suku Penan harus melawan pemerintah Malaysia dan perusahaan raksasa yang membidik kawasan hijau tersebut. Lusinan gugatan dan pengadilan sejauh ini urung membuahkan hasil. Sebab itu mereka mencari cara lain dengan berkampanye di luar negeri.
Komite Olimpiade Internasional mengklaim Jepang menanggapi isu ini “secara serius” dan “berkomitmen menciptakan transparansi di masa depan,” ihwal asal muasal kayu yang digunakan. Namun kepada The South China Morning Post, Heineken, mengatakan “mereka berdalih ongkos pembangunan akan sangat mahal. Alasan ini yang mereka berikan sejak awal.”
Namun menurutnya, harga kayu tropis asal Indonesia dan Malaysia menjadi murah karena “dirampas begitu saja” dari masyarakat adat.