Peristiwa

Praktik Jalan Tikus Pengurusan e-KTP di Jombang

JOMBANG, FaktualNews.co – Lama dan ribet itulah yang sering dikeluhkan masyarakat di Kabupaten Jombang, Jawa Timur dalam mengurus dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) maupun Akta Kelahiran di Dispendukcapil. Hal ini mengakibatkan sejumlah oknum tidak bertanggung jawab memanfaatkannya sebagai praktik jalan tikus (berbayar tanpa antri).

Sejak diberlakukan pada 2010 lalu, mega proyek e-KTP senilai hampir Rp 6 triliun itu tak kunjung rampung. Cita-cita satu KTP, satu identitas yang diharapkan dapat menjadi database valid terkait kependudukan orang per orang, harus diwujudkan lewat proses panjang. Ini karena ulah tangan-tangan para koruptor yang menambah daftar kelam permasalahan e-KTP.

Sejak Tahun 2011 secara bertahap, warga diajak datang ke kantor Kecamatan untuk melakukan perekaman identitas diri. Karena ada konsekuensi yang bakal diterima jika tak segera mengurus e-KTP.

Jurus ini nyatanya, ampuh membuat yang bekerja rela izin setengah hari demi perekaman identitas diri hingga mereka ada yang rela menginap di Kantor Kecamatan, hanya untuk menunggu berkas. Peristiwa itu terjadi di kantor Kecamatan Ngoro, Jombang pada 24 Agustus 2016 silam. Puluhan kursi berbahan plastik yang berjajar itu, sudah penuh dengan tumpukan berkas.

Puluhan warga yang akan membuat e-KTP tidur di musala, parkiran, dan teras kantor kecamatan. Sulitnya mengurus e-KTP, menunggu berkas di kantor kecamatan menjadi sangat berharga agar identitas dirinya segera tercatat di database.

Siapa coba yang tidak takut tak bisa memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) gara-gara tak punya e-KTP. Juga, gagal membeli tiket kereta api, kapal, atau pesawat terbang hanya karena KTP yang dimiliki masih jadul, tak disematkan chip berisi data diri.

Nyatanya antusias masyarakat tidak dibarengi dengan kesiapan alat, SDM serta dalih blangko e-KTP kosong serta pengurusan KTP membutuhkan waktu berhari-hari sampai proses cetak tidak menentu.

Pengurusan KTP yang seolah sudah diberi label lambat dan ribet, membuat sebagaian warga memilih jalur cepat dengan menitipkan proses pembuatan KTP kepada oknum perangkat desa. Tinggal rekam dan cetak tak perlu waktu lama.

Menurut salah seorang warga Peterongan, Mu’linah, mengatakan selama ini dirinya selalu “nitip” ke perangkat desa dalam mengurus segala bentuk dokumen kependudukan. “Kalau titip kan tidak perlu antre lama-lama,” ujarnya.

Dengan menggunakan cara pintas atau “jalan tikus” ini, warga tidak perlu ribet dan berlama-lama dengan permasalahan kepengurusan e-KTP di Dispendukcapil setempat.

“Ngurus KTP kan lama ya, makanya kemarin saya nitip sama teman yang kebetulan jadi perangkat desa. Paling cuma kasih uang transport Rp 50 ribu, dari pada harus antre di Kecamatan atau Dispendukcapil,” tutur Adib, warga Ngoro, kepada FaktualNews.co

Jasa ini dibilang cukup laris manis. Mereka yang tak sabar ingin punya e-KTP, memilih jalan pintas. Tapi, tentu saja, hal ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut.

Maka untuk mempercepat pelayanan dan ‘mematikan’ pratik percaloan, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Layanan Administrasi Kependudukan.

Dalam aturan itu disebutkan proses penerbitan dokumen kependudukan harus dilakukan dalam rentan waktu 1-24 jam. Ancaman pemecatan Kepala Dispendukcapil pun menanti jika tidak bisa menerbitkan e-KTP sesuai Permendagri tersebut.

Share
Penulis