JOMBANG, FaktualNews.co – Kendati sudah ramai menjadi perbincangan publik, praktik prostitusi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, nyatanya belum juga bisa diungkap dengan maksimal. Pihak kepolisian pun mengaku kesulitan untuk mengendus keberadaan bisnis esek-esek ini.
Sepanjang tahun 2018, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Jombang, belum ada satupun kasus prostitusi berhasil diungkap. Alasannya, hingga kini Korp Bhayangkara belum mendapatkan pelaporan terkait banyaknya praktik postitusi yang selama ini ramai dikalangan masyarakat.
“Kalau sepanjang tahun 2018 ini sih, belum ada pelaporan terkait mucikari,” kata Kanit PPA Satreskrim Polres Jombang, Iptu Dwi Retno Suharti, saat berbincang dengan FaktualNews.co, kemarin Selasa (25/4/2018).
Namun sepanjang tahun 2017, ada sebanyak empat kasus yang ditangani pihaknya. Setelah pihak kepolisian menggerebek tiga lokasi yang digunakan sebagai tempat prostitusi di wilayah Kabupaten Jombang.
“Tahun 2017 kemarin ada empat, di kecamatan Jombang dua mucikari, Kabuh ada satu dan Mojowarno ada satu. Untuk kasus 2017 itu, bulan Januari, Februari, Maret dan Mei. Sekarang sudah selesai proses hukumnya, untuk vonisnya berapa lama saya kurang tahu,” imbuhnya.
Retno mengaku, membongkar praktik prostitusi di Kota Santri memang tak semudah membalikan telapak tangan. Selama ini, pihak kepolisian selalu kesulitan untuk mencari keberadaan para pelaku binsis syahwat ini. Terlebih menemukan keberadaan sang mucikari yang menjadi mengendalikan praktik terlerang ini.
“Melakukan penangkapan mucikari memang sangat sulit, karena untuk pengintaian, harus melekat dengan masyarakat bahkan tak jarang harus terjun ke dalam dunianya,” terang anggota polisi dengan dua balok emas di pundaknya itu.
Menurutnya, pendekatan ekstra pada pelaku praktik prostitusi ini harus dilakukan jika ingin mengungkap jaringan di dalamnya. Apalagi kini ini, sistem transaksi yang digunakan tak lagi menggunakan metode konvensional. Para mucikari kini beralih menggunakan media online sebagai alat untuk menggaet pelanggannya.
“Kenapa sekarang lebih sulit, karena mereka juga jauh lebih pintar dalam melakukan praktik transaksi. Bisa melalui WA (Whatsapp), Facebook dan lain sebagainya,” keluh Retno.
Lain halnya dengan para PSK yang mangkal di lokalisasi, seperti ekslokalisasi Tunggorono dan Klubuk di Kecamatan Kabuh. Menurutnya, polisi tidak terlalu sulit untuk menindak bahkan menutup lokalisasi untuk tidak beroprasi lagi. Namun, prostitusi online atau PSK yang berkedok sebagai pemandu lagu sulit tercium oleh keberadaan petugas.
“Kasusnya sekarang beda, kalau Tunggorono dan Kabuh itukan sudah dari dulu ada, sejak saya belum masuk ke sini. Jadi penangananya cepet seperti kabuh sekarang sudah tidak terdengar kabar berartikan sudah tidak ada. Tunggorono juga sudah ada penindakan kemarin,” paparnya.
Retno pun berharap, warga masyarakat bisa membantu aparat kepolisian untuk memberantas praktik prostitusi yang kini merebak di Kabupaten Jombang. Yakni dengan cara memberikan informasi terkait dengan keberadaan bisnis esek-esek ini.
“Karena memang mucikari keberadaanya sangat terselubung, dan tidak semata-mata mau menerima orang luar. Cara operasionalnya sekarang juga cukup pintar maka itu saya himbau kepada masyarakat untuk tidak segan memberikan informasi kepada kita agar dapat kita lakukan tindak lanjut,” pungkasnya.
Praktik prostitus di Kota Santri, belakangan terus menggeliat. Bak fenomena gunung es, meski hanya terlihat samar di permukaan, namun ternyata bisnis esek-esek ini telah mengakar. Yang mencengangkan, para pelakunya sudah merambah ke kalangan siswa SMA.
Media sosial dan banyaknya sejumlah tempat hiburan malam seperti karaoke menjadi penunjang praktik prostitusi ini. Tidak sedikit, para pemandu lagu yang melakukan transaksi di dalam room karaoke. Namun ada juga yang memanfaatkan media online dalam menjalankan bisnis terlarang ini.
Termasuk pola rekruitmennya yang juga menyasar berbagai kalangan dengan memanfaatkan kabar adanya lowongan pekerjaan. Tak hanya itu, keberadaan hotel dan rumah kos short time juga menjadi salah satu penyebab mulai menjamurnya praktik prostitusi ini. Sehingga para pelaku bisnis syahwat ini pun memiliki berbagai alternatif untuk menjalankan roda bisnisnya itu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kabupaten Jombang, mendesak agara pihak terkait yakni Pemkab Jombang dan kepolisian untuk segera mengambil tindakan. Ketua MUI KH Cholil Dahlan berpendapat, maraknya prostitusi di Kota Santri ini, juga menggambarkan lemahnya kinerja aparat selama ini. Pihak kepolisian dan Satpol PP sebagai penegak ketertiban masyarakat, belum cukup optimal dalam menjalankan tugasnya. Dalam melakukan penanganan kasus postitusi, biasanya lanjut kiai Cholil, pihak kepolisian selalu menunggu laporan dari masyarakat.