SURABAYA, FaktualNews.co – Di era serba digital segala bentuk aktivitas dan kebutuhan hidup selalu disajikan dalam bentuk online. Bukan tanpa alasan, karena zaman semakin maju sehingga mau tidak mau harus bisa mengikuti agar tidak ketinggalan. Termasuk soal kebutuhan informasi. Beragam media online bermunculan, dan akhirnya berlomba-lomba menawarkan berita sesuai kebutuhan masyarakat itu.
Kondisi ini yang terjadi diawal kebangkitan dunia maya dan digambarkan oleh Sapto Anggoro, pendiri situs berita tirto.id melalui kalimat pembuka yang disampaikan kepada peserta kelas inspirasi dalam acara Jurnalisme Data: Membangun Peradaban Baru Literasi Digital di kampus STIKOSA AWS Surabaya.
Antusiasme masyarakat terhadap kehadiran situs berita berbasis kecepatan informasi itupun luar biasa. Hingga portal berita semula dianggap laiknya blog seperti pada umumnya, lambat laun berubah menjadi perusahaan informasi raksasa dengan nilai tawar ratusan miliar rupiah. Sebuah harga fantastis bila dibandingkan modal awal saat membuat situs tersebut. Contoh diantaranya, detik.com kemudian merdeka.com. Karena terlibat, Sapto mencoba berbagi cerita sejarah pendirian dua situs tersebut.
“Ini menurut pengalaman saya, mungkin ada yang lain. Di Indonesia detik.com menurut mas Widi, sekitar 100 juta pada tahun 1998. Tapi 14 tahun kemudian dijual ke Transcorp 56 juta tapi dollar,” tutur Sapto, Kamis (26/4/2018).
Merdeka.com dalam kurun waktu 3,5 tahun sejak dibuat, dikatakan Sapto bahwa nilai tawar perusahaan tersebut kini mencapai 350 milar rupiah setelah di valuasi oleh Mediacom Singapura. Awalnya, merdeka.com didirikan dengan modal 35 miliar rupiah.
Membangun Diferensiasi Situs
Tingginya nilai tawar situs-situs online tersebut sebenarnya tak terlepas dari keunggulan yang ditawarkan masing-masing portal, ada hal berbeda yang dapat menciptakan daya tarik situs sehingga menjadi top of mind, ia menyebutnya diferensiasi.
Detik.com selalu mengedepankan berita yang up to date, setiap ada kejadian saat itu juga ditulis dalam bentuk berita, “Sampai sekarang masih berkembang mindset orang bahwa setiap ada kejadian, langsung perginya ke detik.com, jadi memang harus bikin sesuatu yang membuat perhatian orang,” lanjutnya.
Lalu merdeka.com juga memiliki hal yang berbeda dari detik.com, situs ini memliki keunggulan pada berita-berita yang saling berkaitan dari berita yang sedang dibaca. Merdeka.com juga mengandalkan optimasi media sosial yang digunakan untuk rekonfirmasi pada berita yang menyangkut orang atau figur.
Berbeda dari keduanya, Sapto menyampaikan, tirto.id yang sedang ia bangun juga memiliki diferensiasi dari kedua portal itu. Berita-berita yang disajikan mengedepankan kedalaman berita atau indepth jurnalistik dengan disertai data-data pendukung. Diferensiasi setiap situs itu, punya keterlibatan penting menjadikan situs sebagai top of mind di tanah air.
“Begitu ada kejadian langsung (klik) detik, begitu ada berita investigasi orang ingatnya tirto. Begitu ada yang ingin terkait medsos, buka merdeka. Jadi itu yang disebut diferensiasi,” lanjutnya.
Pentingnya Kualitas Berita
Tetapi, diantara keunggulan yang melekat pada ketiga situs. Sapto beranggapan peradaban baru dalam literasi digital tersebut bukan berdasar pada kecepatan waktu tayang berita, melainkan kualitas berita yang dilengkapi dengan data-data akurat, itu pula nantinya sebagai cikal bakal membangun literasi yang sehat.
“Sebagian besar orang membuat media online cepet-cepetan, padahal itu ada accident nya. Oleh karena itu, pada saat orang membuat konten cepat-cepat an, saya membuat lambat-lambatan, quality. Kalau di detik atau merdeka satu hari wartawan bisa lima tulisan, tapi kalau di saya (tirto.id) satu tulisan bisa lima wartawan,” katanya.
Untuk membuatnya ia menjelaskan dalam satu tema berita, pihaknya lebih dulu menjalani beberapa alur kerja meliputi perencanaan, reporter lapangan, sumber berita, penyiapan data primer, riset, analisa, presentasi, editor hingga akhirnya tampil di situs dan disebar melalui media sosial, “Dan saya rasa perlu untuk hadir ke pelosok-pelosok kampus karena buat mereka perlu mendapat literasi yang sehat, literasi yang bagus supaya mereka mendapat hal baru dalam literasi jurnalistik,” pungkasnya.