FaktualNews.co

LSM Sebut, Banyak Pejabat Pemkab Mojokerto ‘Nembak’ Jabatan

Peristiwa     Dibaca : 1261 kali Penulis:
LSM Sebut, Banyak Pejabat Pemkab Mojokerto ‘Nembak’ Jabatan
Sugiantoro, KoordinatorLSM Forum Komunikasi Independen Mojokerto (FORKIM)

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Praktik jual beli jabatan diduga marak terjadi di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Jawa Timur. Hampir 95 persen para pejabat menyetorkan uang mulai puluhan juta hingga miliaran rupiah untuk kursi jabatan yang didudukinya.

Praktik jual beli jabatan itu diduga terjadi mulai dari tingkat pejabat dusun hingga tingkat kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemkab Mojokerto selama masa pemerintahan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).

Hal itu disampaikan Sugiantoro, Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Komunikasi Independen Mojokerto (FORKIM), Selasa (1/5/2018). Sugiantoro menjelaskan, bagi masyarakat yang ingin menjabat mulai dari tingkat perangkat desa harus membayar terlebih dahulu dengan tarif antara Rp 75 juta hingga Rp 150 juta.

“Rata-rata kalau mau jadi perangkat desa itu harus membayar ke Camat, biar diloloskan ujiannya. Pembayaran itu melalui Kasi Pemerintahan, kadang langsung ke Camat,” ujarnya, Selasa (1/5/2018).

Dijelaskannya, praktik jual beli jabatan itu biasanya kerap terjadi saat menjelang masa ujian perangkat desa. “Biasanya kalau mau ujian, si calon yang sudah ada komunikasi dengan Camat atau Kepala Desa hubungan dengan camat itu beli kisi-kisi soal yang akan dikeluarkan di ujian besoknya,” tuturnya.

Kisi-kisi yang sudah dibeli oleh calon perangkat desa, kata Sugiantoro biasaya difotocopy kemudian dikirim ke rumah calon perangkat desa. Bahkan, karena teknologi saat ini sudah canggih, bocoran soal yang sudah dibeli itu biasanya dikirim melalui WhatsApp.

Praktik jual beli jabatan itu pun juga marak terjadi di tingkat kecamatan dan Kepala OPD. Bahkan jabatan kepala sekolah pun seringkali dipatok tarif yang mahal. Sugiantoro juga menyampaikan nominal rata-rata yang harus dibayar oleh calon pejabat agar bisa duduk di kursi jabatan yang diinginkan.

“Kalau perangkat desa, rata-rata tarifnya anatara Rp 75 juta hingga Rp 100 juta. Kalau sekdes (sekretaris desa), tarif rata-rata Rp 150 juta. Jabatan kepala sekolah tingkat SLTP saja tarifnya antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Camat itu tarifnya Rp 400 juta. Kepala dinas tarifnya mulai Rp 600 juta hingga Rp 1 Miliar,” bebernya.

Sugiantoro menambahkan, uang tersebut selanjutnya diduga disetorkan kepada Bupati Mojokerto. Menurutnya, pejabat yang sudah membayar kemudian menjabat, biasanya langsung dimutasi setelah menjabat sekitar enam bulan.

“Camat itu saja biasanya dicopot, menjabat sebagai sekcam (sekretaris kecamatan). Tidak lama setelah itu kemudian kembali lagi menjabat sebagai camat,” imbuhnya.

Sugiantoro menilai, praktik jual beli jabatan ini membuat Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) di Pemkab Mojokerto tidak jalan. “Kalau orang membayar, kemudian akhirnya menjabat, berarti kan Baperjakat di Mojokerto tidak jalan,” tegasnya.

Dengan tidak berfungsinya Baperjakat di Pemkab Mojokerto, Sugiantoro menganggap hal itu bisa merugikan birokrasi dan masyarakat. “Ini merugikan tatanan birokrasi dan masyarakat. Dengan adanya kolusi, nepotisme seperti itu, pelayanan publik terhambat,” pungkasnya.

Sugiantoro, Koordinator LSM Forum Komunikasi Independen Mojokerto (FORKIM) saat diwawancarai.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul