JOMBANG, FaktualNews.co – Setiap kali ada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), asumsi masyarakat akan mengarah ke dugaan suap menyuap demi bisa lolos menjadi abdi negara.
Seberapa besar orang mau menyuap untuk bisa menjadi PNS? Mungkin jawabannya bisa kembali ke PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS yang terakhir diubah dengan PP No. 30 tahun 2015 sebagai landasan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia.
Jika melihat dari lampiran tersebut, PNS golongan IA dengan nol tahun masa kerja diberi gaji Rp 1.486.500. Sedangkan paling tinggi adalah Golongan ID dengan gaji Rp 2.558.700.
Kemudian PNS golongan IIA paling rendah menerima gaji Rp 1.926.000. Paling tinggi, golongan IID, menerima gaji Rp 3.638.200.
Untuk golongan IIIA dengan nol tahun masa kerja, PNS digaji sebesar Rp 2.456.700. Sedangkan untuk golongan IIID paling tinggi digaji Rp 4.568.800.
Terakhir, golongan IVA paling rendah digaji Rp 2.899.500. Sedangkan untuk Golongan IVE tertinggi digaji Rp 5.620.300.
Pendapatan di atas merupakan gaji pokoknya yang diterima secara umum oleh seluruh PNS.
Di samping menerima gaji, PNS juga akan mendapatkan tunjangan-tunjangan lainnya yang besarannya tergantung dari instansi masing-masing.
Katakanlah, untuk seorang Sarjana yang diterima jadi CPNS, setelah lewat masa sebagai calon dan menjadi PNS golongan IIIA dengan masa kerja 0 tahun, akan menerima gaji sebesar Rp 2.456.700 per bulan. Bila ditambahkan dengan berbagai tunjangan, honor, dan tambahan lain yang sah, maka dengan hitungan kasar pendapatannya bisa berkisar Rp 3,5 juta per bulan.
Secara normal tanpa kenaikan pangkat yang meloncat, jumlah itu akan bertambah terus dengan kenaikan gaji berkala, tunjangan yang baru, dan tambahan honor. Sampai akhir tahun ke 4 pendapatannya bisa mencapai Rp 4 juta per bulan.
Secara mudah bisa kita hitung pendapatan rata-rata dalam periode itu adalah Rp 3,75 juta per bulan sehingga jumlah pendapatannya selama 48 bulan pertama bekerja adalah Rp 168 juta.
Lalu pada tahun ke lima setelah ia naik ke golongan IIIB, pendapatannya juga akan naik menjadi sekitar Rp 4 juta per bulan atau Rp 48 juta setahun dan pada akhir tahun ke delapan dengan kemungkinan dia sudah memegang kegiatan atau jabatan struktural dan jadi anggota berbagai tim maka pendapatan itu bisa menjadi Rp 5 juta per bulan. Dengan cara hitungan yang sama, jumlah pendapatannya dalam 4 tahun kedua adalah Rp 216 juta. Ibarat hitungan investasi secara sederhana, sudah dapat diperkirakan besarnya cash inflow per tahun sampai dengan 8 tahun.
Bila memakai jangka waktu pengembalian 4 tahun maka untuk diterima sebagai seorang CPNS seseorang akan berani menyuap sebesar Rp 168 juta. Bila 5 tahun maka akan siap dengan suap Rp 168 juta + Rp 48 juta = Rp216 juta.
Kalau ada yang berani lebih besar, berarti ia menghitung masa pengembaliannya lebih panjang. Untuk jangka pengembalain 8 tahun, nilai itu adalah Rp 168 juta + Rp216 juta = Rp 384 juta.
Karena itu hitung-hitungan ini bukan untuk mengajari para peminat suap tapi untuk memberi pemahaman bahwa mungkin sebagian orang berani menyuap sampai hampir Rp 400 juta.
Cukup panjang jalan yang harus kita lalui untuk memperbaiki keadaan yang runyam ini. Hanya penegakan hukum yang tegas, pengelolaan penerimaan CPNS yang baik, dan hanya dengan kemauan baik kita semua berdasarkan iman yang dapat memperbaiki keadaan yang bak benang kusut ini.
Indikasi adanya uang pelicin menjadi abdi negara ini, diperkuat salah satu kerabat korban yang mengaku keponakannya dijanjikan sebagai PNS di lingkup Pemkab Jombang beberapa waktu lalu.
“Keluarga sudah setor Rp 250 juta, tapi saat pengumuman, tidak lolos. Dua hari pasca pengumuman saya dan saudara mendatangi rumah orang yang berjanji bisa memasukkan keponakan saya sebagai CPNS. Kami di janjikan uang yang sudah kami setor akan di kembalikan,” ujarnya.
Terpisah, Koordinator Forum Honorer Kategori 2 (FHK2) Kabupaten Jombang, Ipung Kurniawan, membenarkan perihal maraknya aksi calo yang memanfaatkan rekruitmen CPNS.
Ipung menjelaskan, biasanya para calo meminta calon korbannya menyiapkan dana antara Rp 70 juta hingga Rp 100 juta.
“Ada yang memberikan uang muka Rp 40 juta, dengan harapan bisa jadi PNS dengan cara instan. Namun kenyataannya hanya dimanfaatkan oleh oknum, padahal mereka ada yang sampai jual sawahnya,” tuturnya. (Elok Fauria/Adi Susanto/Syaiful Arief)