Kriminal

Usai Polda, Giliran Korban Bantah Rekayasa Kasus Penipuan Sipoa Group

SURABAYA, FaktualNews.co – Selain dari pihak kepolisian, bantahan atas tuduhan rekayasa dan turut andilnya mafia hukum dalam penanganan kasus penipuan yang membelit Sipoa Group juga datang dari pihak korban.

Bantahan ini disampaikan oleh Dian Purnama Anugerah, selaku kuasa Hukum Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P2S) Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dihadapan awak media, Rabu (23/5/2018).

“Kami perlu tegaskan bahwa (keterlibatan mafia hukum) itu tidak benar, laporan yang kami buat ini murni karena kami merasa ditipu lantaran proyek Sipoa hingga waktu yang ditentukan tidak terealisasi,” tuturnya.

P2S mengaku telah mendata sejumlah proyek yang dikerjakan oleh Sipoa Group, dan dari 25 proyek tersebut hampir keseluruhan tidak pernah terealisasi.

“Memang benar, bahwa dari 25 proyek itu tidak ada yang terealisasi, hanya satu yang terealisasi yakni proyek yang ada di Tambak Oso yakni Royal Mutiara Residence,” lanjutnya.

Proyek Royal Mutiara Residence itupun menurutnya, baru dilakukan pembangunan oleh Sipoa Group setelah para nasabah menggelar demo guna mendesak pembangunan.

“Jadi tidak benar jika kami lapor itu diorganisir oleh mafia tanah atau bapak Kapolda, justru sebaliknya kami sangat mengapresiasi bapak Kapolda dan Direskrimum yang telah serius menangani kasus ini,” katanya.

Sebelum P2S sepakat melaporkan Sipoa Group ke Polda Jatim, kata Dian, pihaknya telah berupaya melakukan musyawarah bersama manajemen PT Sipoa Group. Itu dilakukan sejak bulan November 2017 lalu, namun, tidak ada titik temu.

Buntunya musyawarah tersebut, disampaikannya akibat tawaran manajemen PT Sipoa Group mengganti sebagian dana nasabah yang telah disetor, dilakukan dalam waktu yang tidak menentu, “Ini adalah bentuk itikad yang kurang baik dari Sipoa Group,” singkatnya.

Ia kembali menegaskan dukungan kepada aparat penegak hukum untuk terus mengusut tuntas kasus yang telah memakan korban lebih dari seribu orang tersebut hingga diketahui siapa pihak yang bertanggung jawab atas penipuan proyek PT Sipoa Group.

Sebelumnya, Polda Jawa Timur membantah atas tuduhan pengacara Edi Dwi Martono selaku pengacara PT Bumi Samudera Jedine tentang adanya praktik mafia hukum dan rekayasa dalam penanganan kasus penipuan oleh PT Sipoa Group.

Edi juga melaporkan Kapolda Irjen Pol Drs Macfud Arifin, Dirreskrimum Kombes Pol Agung Yudha Wibowo beserta penyidiknya ke Divisi Propam Mabes Polri.

Polda Jatim Ungkap Fakta Penipuan Sipoa Group

Karena dituduh merekayasa kasus, pihak Polda Jatim melalui Kabidhumas Kombes Pol Frans Barung Mangera, membeberkan sejumlah fakta awal kasus tersebut mencuat.

“Kasus ini tidak serta merta muncul bulan Mei ditahun 2018, perjalanannya panjang. 2014 Sipoa Group dan kelompoknya ini melakukan promosi luar biasa, merekrut semua konsumen di Surabaya dan Sidoarjo termasuk Bali. Ada 1.104 nasabah direkrut dan 600 lebih yang sudah lunas,” terang Barung.

Barung menjelaskan, pada bulan Juni hingga bulan Desember tahun 2017, seharusnya sudah dilakukan penyerahan apartemen oleh salah satu pengembang PT Sipoa Group. Namun, hingga tahun 2018, perusahaan tidak memenuhi janjinya terhadap para nasabah.

“80 orang yang mewakili korban melakukan pertemuan dengan Sipoa Group dan tidak ada kata sepakat karena pada prinsipnya tidak ada yang dilakukan pembangunan. Hanya tiang pancang saja,” lanjut Barung.

Para korban, kata Barung, kemudian membentuk Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P2S). Paguyuban ini lalu menggelar unjuk rasa pada akhir tahun 2017 untuk meminta pertanggung jawaban PT Sipoa Group, pihak manajemen pun sepakat mengembalikan sebagian dana yang telah disetor dengan menerbitkan cek, bilyet serta giro kepada nasabah.

“Tanggal 15 Januari mereka (P2S) kembali melakukan unjuk rasa lagi, karena yang mereka terima baik bilyet, cek dan giro kosong. Bayangkan, manajemen mengeluarkan cek kosong, giro kosong tanpa dana kepada kustomer yang telah melunasi, membayar atau yang mencicil,” katanya.

Merasa ditipu, nasabah secara masif membuat laporan polisi atas kasus penipuan PT Sipoa Group sejak bulan Desember 2017 hingga Mei 2018. Ada total 15 laporan polisi yang telah dibuat dengan berbagai macam aduan.

Petugas kepolisian kemudian melakukan penyelidikan dilapangan dan pemeriksaan terhadap manajemen PT Sipoa Group. Bulan April 2018, Polda Jawa Timur memutuskan menahan Sukarno Candra dan Budi Santoso selaku Direktur PT Bumi Samudera Jedine.

“Sebelumnya tidak kita tahan, tapi tidak ada progress pembangunan. Hanya berupa tiang pancang saja. Ini satu proyek, belum proyek yang lain. Padahal manajemen sudah menerima dana dari nasabah,” tandasnya.

Kerugian Kasus Penipuan Sipoa Group Milyaran Rupiah

Kasubdit Hardabangtah Direskrimum Polda Jawa Timur AKBP Ruruh Wicaksono menambahkan, bahwa kerugian atas tindakan penipuan yang dilakukan PT Samudera Bumi Jedine dalam proyek Avatar World, satu diantara pengembang PT Sipoa Group, ditafsir mencapai 165 milyar rupiah.

“Seperti kata Pak Kabidhumas, ada sekitar 1.104 korban, 619 sudah lunas dibayar sejak bulan Desember tahun 2013 dan dua nasabah dari 71 bulan Juni 2017 semestinya harus sudah diserahkan unitnya. Nyatanya masih berupa tiang pancang,” terang Ruruh.

Lanjut Ruruh, atas upaya penyelidikan yang dilakukan timnya terkait kasus ini, petugas kepolisian akhirnya kembali menetapkan empat tersangka selain dua yang lebih dulu dilakukan penahanan oleh Polda Jatim.

“Mereka ini juga direktur di PT lain, karena jabatan direktur ini selalu bergantian. Kita akan lakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan,” lanjutnya.

Atas berbagai fakta yang ada, ia kembali menegaskan bahwa penanganan kasus penipuan oleh PT Sipoa Group adalah murni penegakkan hukum seperti kasus-kasus lain.

Teks.foto. Yulia Wakil Ketua P2S (kiri) Dian Purnama Anugerah Kuasa Hukum P2S Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum FH Unair (Tengah) Antonius Joko Moeljono Ketua P2S (kanan)