FaktualNews.co

Sebaiknya PJs Bupati Jombang, Menolak Gaji 13 dan THR PNS

Birokrasi     Dibaca : 935 kali Penulis:
Sebaiknya PJs Bupati Jombang, Menolak Gaji 13 dan THR PNS
FaktualNews.co/istimewa/
Sekretaris Peradi Jombang, Sholikin Rusli.

JOMBANG, FaktualNews.co – Terkait pemberian gaji ke 13 dan THR (Tunjangan Hari Raya) kepada PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkup Pemkab Jombang, memantik reaksi Sekretaris Peradi  Jombang, Sholikin Rusli.

Sholikin Rusli, yang juga direktur Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Fakultas Hukum Undar Jombang, kepada FaktualNews.co, merinci beberapa  alasan kenapa PJs Bupati Jombang, Setiajit sebaiknya menolak gaji ke 13  dan THR kepada PNS.

Pertama, menurutnya, Surat Edaran Kemendagri tidak mempunyai dasar hukum. “ Kedua APBD harus dibahas sesuai mekanisme dua arah dengan DPRD, “ ujar Sholikin Rusli, Selasa (5/6/2018) malam, kepada FaktualNews.co.

Sedangkan yang ketiga menurut Sholikin Rusli yang juga mantan anggota DPRD Jombang itu, adalah untuk mengalokasikan gaji 13 dan THR bagi PNS dengan secara mendadak. Demikian itu tentu akan menggeser posisi anggaran. Sebab, peruntukannya sesuai dengan yang sudah disepakati antara bupati dan DPRD.

“ Sehingga sangat mungkin nantinya  justru akan terjdi penyalahgunaan anggaran. Jadi terkait gaji ke 13 dan THR itu,  tiga hal tersebut adalah sangat prinsip, “ tandasnya.

Pakar Ilmu Pemerintahan Prof Dr Ryaas Rasyid,  juga emngkritik keras terhadap Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kepada para Bupati/Walikota tentng Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Surat edaran Mendagri tertanggal 30 Mei 2018 tersebut, menurut Ryaas, bisa menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Dikatakan, akibat edaran tersebut banyak kepala daerah bisa masuk penjara karena terjerat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ryaas yang juga  pakar Otonomi Daerah itu menyebutkan, yang membuat keputusan ini mengancam kepala daerah adalah di dalam APBD 2018 tidak ada klausul anggaran yang dimasukkan untuk membayar THR dan gaji ke-13.

Dijelaskan, adalah poin 6 dan 7 dalam surat edaran Mendagri tersebut yang bisa menjerat kepala daerah ke penjara. “Surat Kemendagri itu bisa menggiring kepala daerah ditangkap KPK. Karena butir ke 6 dan 7 dalam surat edaran itu bertentangan dengan prinsip anggaran dan berpotensi dituduh sebagai tindak penyalahgunaan wewenang,” kata Ryass kepada wartawan, Senin (4/5/2018).

Seperti diketahui, dalam surat bernomor 903/3387/SJ dan ditujukan kepada Bupati dan walikota di seluruh Indonesia itu ditegaskan tentang pemberian THR dan gaji ke-13 yang bersumber dari APBD.

Pada poin keenam dalam surat edaran yang ditandatangani Mendagri Tjahjo Kumolo itu menyebutkan bagi daerah yang belum menyediakan/tidak cukup tersedia anggaran THR dan gaji ke-13 dalam ABBD tahun 2018, pemerintah daerah segera menyediakan anggaran THR dan gaji-13 dimaksud dengan cara melakukan penggeseran anggaran yang dananya bersumber dari belanja tidak terduga, penjadwalan ulang kegiatan dan atau menggunakan kas yang tersedia.

Kemudian pada poin ketujuh, penyediaan anggaran THR dan gaji 13 atau penyesuaian nomenklatur anggaran sebagaimana tersebut pada angka 6 dilakukan dengan cara merubah penjabaran APBD tahun 2018 tanpa menunggu perubahan APBD tahun 2018 yang selanjutnya diberitahukan kepada pimpinan DPRD paling lambat 1 bulan setelah dilakukan perubahan penjabaran APBD dimaksud.

Ditambahkan Ryaas, pemerintah pusat tidak boleh asal mengintervensi apalagi mendiktekan keinginan mengubah alokasi APBD. “ Kepala daerah juga tidak boleh seenaknya mengubah alokasi APBD tanpa persetujuan DPRD, “tandasnya.

Menurutnya, setiap perubahan APBD, harus melalui persetujuan DPRD. Bahkan untuk kasus THR ini secara etika harus ada musyawarah dan kesepakatan dulu antara pemerintah pusat dan daerah untuk alokasi atau realokasi.

“Jadi, tidak  bisa main surat edaran saja. Pemerinthan itu ada etika dan peraturan,” pungkas Ryaas. (Zul/TS)

 

 

 

 

 

 

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin
Tags