SURABAYA, FaktualNews.co – Dewan Kurator Museum NU Surabaya, H Choirul Anam, Selasa (26/6/2018) mendatangi Balaikota Surabaya. Demikian ini setelah salah satu tetangganya di Kelurahan Kutisari, mengabarkan adanya pejabat Pemkot menanyakan ikhwal permohonan keterangan wilayah tentang administrasi antara Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Gayungan, Kota Surabaya. Di situlah berdiri Gedung Museum NU, Graha Ansor, Gedung PAUD-TK dan Graha Astranama serta Masjid Ababil.
Kendati surat permohonan tersebut sudah dikirim sejak enam bulan lalu. Namun, hingga kini belum ada jawaban. Parahnya lagi, terkait itu ada pejabat Pemkot Surabaya, bertanya kepada tetangga Choirul Anam. “Lho kok bisa? Ini birokrasi macam apa? Bukannya dijawab malah bertanya kepada orang lain yang, jelas-jelas tidak paham masalahnya. Karena itu, pagi ini saya sempatkan datang ke Pemkot,” kata Choirul Anam kepada wartawan.
Semula, Choirul Anam yang biasa dipanggil Cak Anam ini ingin bertemu langsung dengan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Namun, karena jadwalnya padat, sehingga harus menulis surat terlebih dahulu. Di bagian penerimaan surat, Cak Anam sempat mengkritik, adanya birokrasi berbelit-belit. ” Ketika saya jelaskan bahwa semalam ada pejabat Pemkot bertanya isi surat itu, dan saya akan bicara ke wartawan. Setelah itu, baru ada disposisi ketemu biro pemerintahan,” ujar Cak Anam pada awak media Selasa (26/6/2018).
Lebih lanjut Cak Anam mengatakan, lebih lucu lagi, Kabag Biro Pemerintah, tidak bisa ditemui karena sedang sibuk. Melalui stafnya bernama Kartiko, justru minta sertifikat tanah. “Layanan publik yang jelek sekali. Saya hanya bisa bertemu di ruang tunggu, itu pun dengan engkel-engkelan. Apa perlunya minta sertipikat? Apa pula motifnya pejabat Pemkot sibuk tanya ke tetangga. Tidak masuk akal, saya merasa dikorbankan dengan birokrasi yang payah ini,” kata nya jengkel.
Padahal, yang diminta mantan Ketua GP Ansor Jatim ini, tidak neko-neko, dia hanya minta surat keterangan. Hal yang sama sudah dimintakan ke Camat Gayungan, dan langsung dijawab. Cuma karena dibutuhkan tingkat Pemkot, maka, penjelasan Pemkot menjadi penting. “Saya ini pendukung Risma. Dia juga dikenal sebagai walikota yang hebat. Tetapi birokrasi seperti ini tidak boleh terjadi. Ke depan layanan publik menjadi ukuran, sejauh mana pejabat itu peka terhadap masalah rakyatnya,” jelasnya.
Selanjutnya, sebagaimana dilansir Duta.co, Dewan Kurator Museum NU ini menjelaskan kronologisnya. Pada September tahun 2011, hak ijin pemakaian tanah habis. Maka, dilakukan perpanjangan. Tetapi, dalam prosesnya, ternyata, tahun 2013, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menyampaikan perlisan, bahwa, tanah tersebut bukan aset Pemkot. Kabar lisan ini ada benarnya, karena Januari 2017, PN Surabaya menyatakan tanah tersebut milik sah Cak Anam.
Maka, Februari 2017 dikirim surat ke Pemkot agar ada jawaban tertulis, bukan lisan. Dengan begitu sertipikasi bisa dilakukan. “Ternyata butuh waktu setahun untuk mendapat jawabannya. Baru 12 Januari 2018 Pemkot mengirim penjelasan, menyatakan bahwa tanah tersebut termasuk fasilitas sosial di mana surat ijin pemakaiannya atas nama saya (Choirul Anam) dengan atas nama Yayasan Bisma,” katanya.
Setelah itu, 25 Januari 2018 dibuatlah surat untuk melakukan perpanjangan ijin. Sampai sekarang, surat itu tidak dijawab. Ironisnya, justru ada pejabat Pemkot yang bertanya kepada warga. Ini membuat warga di sekitar lokasi yang notabene juga jamaah masjid Ababil, ikut heran. “Hari ini saya masukkan lagi surat yang sama, dan diteken 70 warga Gayungan,” jelasnya sambil menunjukkan tanda terima.
Masih menurut Cak Anam, Graha Astranawa, Jl Gayungsari Timur 33, Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan, sekarang sedang menghadapi gugatan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Padahal, tanah yang hendak direbut PKB ini diperolehnya jauh sebelum PKB lahir.
Kedua, dasar yang dipakai PKB untuk merebut tanah tersebut adalah surat persetujuan (SP) yang dikeluarkan Soenarto Walikota Surabaya selaku Ketua YPK. Isi surat bernomor 024/VII/YKP/SP/2000 itu menunjuk lokasi di Menanggal, Kecamatan Rungkut.
“Ini yang kita tanyakan. Kecamatan Rungkut dengan Kecamatan Gayungan, itu jelas berbeda. Saya hanya ingin minta penjelasan walikota secara tertulis, apa benar Kecamatan Rungkut itu sama dengan Kecamatan Gayungan? Apa benar kedua wilayah ini pernah menjadi satu wilayah administrasi pemerintahan? Ini penting sekali sebagai bukti hukum,” tegasnya.
Cak Anam sendiri, pagi itu, sedianya diantar ratusan warga mendatangi Pemkot Surabaya. Tetapi, mantan wartawan Majalah Tempo ini ingin mnenghadap sendiri. Akhirnya dukungan warga itu diberikan melalui surat resmi, bentuknya permohonan penjelasan tertulis kepada Walikota Risma, tertanggal 22 Juni 2018.
“Warga mendukung upaya Cak Anam. Bahkan sebagian dari mereka minta ikut ngluruk Pemkot. Tetapi, beliau tidak berkenan, ingin berangkat sendiri. Surat dari warga kita serahkan kepada beliau,” jelas Achmad Fadloli. (mky)