FaktualNews.co

Cangkrukan Ringin Contong

Ukir Sejarah Pemimpin Perempuan Pertama, Penanda Lahirnya Peradaban Baru

Opini     Dibaca : 1176 kali Penulis:
Ukir Sejarah Pemimpin Perempuan Pertama, Penanda Lahirnya Peradaban Baru

Ingar-bingar pilkada serentak telah usai. Sujud syukur, tangis haru juga sedih telah pecah. Meski Komisi Pemilihan Umum secara final belum mengumumkan, namun hasil yang diperoleh berdasar real count masing-masing parpol bisa dipastikan benar. Ada hal menarik dalam pilkada serentak kali ini. Hadirnya lembaga antirasuah di detik-detik jelang pemilihan ternyata cukup membuat efek luar biasa.

Masyarakat di Indonesia pasti mengetahui, sepak terjang KPK yang ‘menghajar’ beberapa wilayah sebelum dihelatnya pilkada serentak. Sejumlah kepala daerah yang sebagian besar pula menjadi kontestan pilkada, dinyatakan sebagai tersangka. Sebuah fenomena yang boleh dikata sebagai perubah sejarah.

Pemilih mulai ‘dipaksa’ belajar arti demokrasi yang sesungguhnya. ‘Serangan Fajar’, momok menakutkan yang juga bisa dijadikan senjata pamungkas legendaris, kini telah memudar. Disejumlah wilayah, virus money politic yang seolah mendarah daging, kini mulai melemah. Tidak ada lagi istilah ‘bom-bom’ an, musnah sudah kata ‘serangan fajar’. Berganti dengan pola cerdas masyarakat, mendatangi tempat pungutan suara bukan karena embel-embel selembar kertas rupiah yang tidak pernah awet tersimpan dalam dompet. Namun keinginan hati nurani mencoba ‘gambling’ mencari pemimpin yang amanah.

Hasilnya bisa diketahui saat ini. Sejarah mencatat yang baru, dan menghapus yang usang. Di Jawa Timur misalnya, Khofifah Indar Parawansa akan tercatat sebagai Gubernur perempuan pertama. Begitu pula di Jombang. Mundjidah Wahab mengukir sejarah dengan menjadi Bupati Perempuan pertama. Khofifah tidak dengan mudah meraih kemennangan untuk kali ini. Ia telah tiga kali bertarung merebut kursi Jatim 1. Hasil yang ia peroleh saat ini bukan didapat secara instan. Begitu pula Mundjidah. Putri pendiri NU ini juga tercatat 3 kali berjuang untuk bisa mendapatkan kemenangan.

Luka akan kekalahan yang dialami dua srikandi ini tidak semua dijadikan hal yang menyakitkan. Ditangan keduanya, luka ini dijadikan penguat dan pelawan rasa luka yang akan dihadapi nantinya. Dan…terbukti.

Tumbangnya partai-partai besar pun mengisyaratkan betapa hebatnya edukasi KPK terhadap khalayak ramai. Media sosial dan media online pun mulai menampakkan perannya dalam menggeser keberadaan media konvensional dalam perhelatan pilkada. Peran besar elemen-elemen baru ini, bisa dikata tidak hanya memunculkan pemimpin pemimpin baru. Tapi juga sebagai penanda hadirnya peradaban baru.

Selamat untuk para pemenang. Amanah masyarakat ada dipundak kalian. Wujudkan masyarakat sejahtera bukan hanya slogan. Jadilah pemimpin milenial yang Terbuka. Warga milenial sangat menghargai transparansi. Dengan adanya keterbukaan, baik pemimpin maupun masyarakat dapat berbagi mengenai perkembangan maupun permasalahan yang dihadapi serta memungkinkan masyarakat ikut andil dalam pencarian solusi sehingga masyarakat merasa memiliki peran yang signifikan.

Tetaplah menjadi pemimpin yang Pendengar. Generasi milenial adalah penyuka tipe pemimpin pendengar. Ketika generasi millennial merasa didengar oleh pemimpinnya, mereka akan melakukan tugas dan pekerjaannya dengan maksimal sebagai ungkapan rasa loyalitasnya terhadap sang pemimpin. Tipe pemimpin seperti ini memang disukai seluruh generasi, namun sifat ini amat dihargai oleh para millennial. Jika para millennial  merasa tidak didengar dan tidak dihargai, mereka akan cenderung memilih untuk meninggalkan.

Ini mungkin yang terakhir, jadilah Penyemangat. Kaum milenial adalah pemimpin yang mampu memotivasi. Generasi millennial menyukai pemimpin yang mampu mengerti masalah mereka dan turut memotivasi mereka dibandingkan pemimpin yang hanya meminta hasil akhir tanpa memperdulikan masyarakatnya. Generasi millennial sangat menghargai pemimpin seperti ini dan membuat mereka semakin loyal pada sang pemimpin.

Selamat datang peradaban baru. Selamat datang pemimpin baru. Waktunya kembali bersama bergandengan. Menuntun kawan dan merangkul lawan adalah cara terhebat untuk bersama-sama maju.

Salam redaksi

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Adi Susanto