Teknologi

Perubahan Budaya Media Sosial, Pertemanan hingga Jadi Ajang Industri Pornografi Online

FaktualNews.co – Media sosial (medsos) yang dulunya digunakan untuk saling menghubungkan dengan teman lama dan menambah kenalan, kini berubah menjadi ajang permusuhan. Dengan banyaknya berita palsu atau hoaks yang bertebaran di medsos.

Tidak hanya itu, media sosial juga dalam perkembangannya kini sudah seperti toko online, di mana pertukaran antara pembeli dan penjual sama seperti mengirim pesan ke teman.

Pada setiap tingkat budaya, mulai dari makanan hingga merek dagang, dan juga sampai selebriti hingga budaya pop, ada pergeseran yang terjadi jauh dari komersial dan intens diproduksi. Misalnya mereka kerap tampil di media sosial dengan konten-konten sendiri secara mandiri.

Sehingga apa yang dilakukan oleh setiap orang juga menjadi lebih transparan. Setiap orang di pelosok manapun yang terkait dengan internet akan melihat apa yang dilakukan oleh orang lain meski jarak tak diketahui.

Jadi ajang pornografi

Dikutip dari laman dazeddigital, pergeseran budaya yang luas ini justru berdampak pada industri pornografi. Di mana munculnya pornografi “amatir”. Pornografi amatir sering dibuat oleh non-profesional, namun menawarkan representasi yang lebih otentik.

“(Dalam gelombang ini) akan mambangun hubungan yang lebih manusiawi dan emosional sebelum Anda melihat mereka bercinta,” kata Paulita Pappel, wanita yang menjalankan situs percintaan intim pasangan asli dari Berlin.

“Yang luar biasa, (dalam film yang terlihat realita) Anda dapat lebih berhubungan dengan mereka.”

Pappel mengatakan, atas gelombar baru itu beberapa perusahaan memproduksi pornografi ‘amatir’, dan mendiktekan skrip seksual yang ketat kepada artis mereka, sesuai dengan apa yang mereka yakini ingin dilihat pelanggan atau penonton. Dengan kata lain, pornografi amatir juga tidak otentik atau nyata atau tidak asli, alias palsu.

Sementara itu, Dian Hanson, yang telah bekerja di industri penerbitan esek-esek sejak tahun 70-an, menjelaskan bagaimana sepanjang era keemasan atau golden age pornografi, sekitar tahun 1969-1984. Pornografi dibuat hanya oleh perusahaan produksi yang makmur, dan yang tampil di dalamnya melalalui pemilihan eksklusif seperti wanita paling cantik dan pria yang dipoles. Saat itu lebih mirip pembuatan film Hollywood daripada pornografi online sekarang ini.

Kemewahan industri membuat para pelaku pornografi tampak tidak terjangkau, seperti para selebritis hari ini. Pornografi telah dihapus dari kehidupan sehari-hari orang, dan dari konsep cinta.

Namun kini, kata Hanson, tren berkembang sehingga orang dapat terhubung secara digital dengan bintang film dewasa favorit mereka. Mereka dapat mengikuti idola mereka di Tumblr, Twitter dan Instagram, mengirim email kapan saja, dan bahkan membelikan mereka hadiah. Sekarang semua orang ingin mendekati orang-orang yang mereka kagumi.

Bahkan semenjak munculnya webcam dan media sosial, secara otomatis mengharuskan bintang pornografi diharapkan selalu dapat diakses dan responsif. Sehingga penikmat bisa berhubungan dengan mereka melampaui dari sekadar melihat mereka toples setelah diproduksi dalam bentuk vidio.