FaktualNews.co

Enggan Beber Data Honorer ke Publik, Kepala BKDPP Jombang Pilih Bungkam

Birokrasi     Dibaca : 1990 kali Penulis:
Enggan Beber Data Honorer ke Publik, Kepala BKDPP Jombang Pilih Bungkam
FaktualNews.co/Istimewa/
Ilustrasi suap

JOMBANG, FaktualNews.co – Kepala Badan Kepegawaian Daerah Pendidikan dan Pelatihan (BKDPP), Muntholip memilih bungkan perihal kabar dugaan jual beli Surat Keputusan (SK) pengangkatan honorer di Lingkup Pemkab Jombang. Muntholip memilih diam dan tak merespon desakan berbagai kalangan masyarakat untuk membeber data honorer yang mengantongi SK Bupati Jombang.

Padahal, di era keterbukaan informasi publik, siapapun masyarakat berhak untuk mengakses data pegawai dan honorer di lingkup Pemkab Jombang yang notabene merupakan data publik yang bisa diakses siapapu. Hal itu mengacu pada Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan keterbukaan informasi publik sangat penting di era demokrasi. Dengan keterbukaan itu, rakyat bisa mengetahui apa yang dilakukan pemerintah. “Keterbukaan informasi sangat penting untuk kita semua, untuk menjalankan demokratisasi, keterbukaan,” kata Jusuf Kalla dikutip dari Tempo.com.

Wapres mengatakan dengan informasi yang terbuka rakyat bisa mengetahui yang dilakukan oleh pemerintah, instansi, lembaga, universitas, untuk kepentingan masyarakat. Keterbukaan informasi ini juga penting agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar. Sebab, bila masyarakat mendapat informasi yang keliru, kata Kalla, dampaknya akan sangat besar, termasuk dalam kehidupan berbangsa.

Untuk itu, sebelum menjadi informasi keliru, Wapres menyarankan agar masing-masing instansi, lembaga, daerah, dan universitas, partai membuka informasi itu kepada masyarakat secara keseluruhan sesuai aturan undang-undang.

Jadi Honorer Berujung PPPK, Wajib Setor Rp 40-70 Juta

Tengara adanya praktik kotor dalam rekrutmen honorer di Pemkab Jombang kian menguat. Kendati larangan pengangkatan itu sudah berkali-kali ditegaskan baik melalui PP Nomor 48 tahun 2005 pasal 8 jo PP Nomor 43 tahun 2007 serta Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 814.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013 perihal penegasan larangan pengangkatan tenaga honorer, namun praktik busuk itu terus dilakukan.

Dari penelusuran FaktualNews.co, padahal gaji para honorer di Pemkab Jombang ini sangat kecil. Seperti yang diungkapkan tenaga honorer di Dinas Pariwisata Pemkab Jombang, sebut saja Rendy. “Sejak bekerja disini tahun 2007 gaji saya hanya Rp 500 ribu sampai sekarang,” tuturnya.

Pengakuan lain juga diungkap honorer yang mengantongi SK Bupati Jombang di Dinas Pariwisata Jombang. Honorer yang bekerja sebagai staf kantor itu mengaku mendapatkan honor Rp 800 ribu. “Baru mau naik menjadi Rp 1 juta pada PAK (Perubahan Anggaran Keuangan) tahun 2018 ini,” tuturnya.

Sementara itu, sumber terpercaya di lingkup Pemkab Jombang membeber berbagai fakta mengejutkan. Ada beberapa Organisasi Perangkat daerah (OPD) yang secara sembunyi-sembunyi melakukan perekrutan. Seperti perekrutan 3 orang tenaga Satpol PP di Kecamatan Diwek, 3 sopir dan 9 security di DPRD Jombang, serta seorang tenaga Satpol PP di Kecamatan Kudu.

Menurut sumber, perekrutan itu disinyalir syarat titipan. Diduga, para oknum pejabat memanfaatkan perekrutan tenaga baru itu untuk mendulang pundi-pundi rupiah. Beredar kabar, para tenaga honorer ini harus menyetorkan segepok uang saat perekrutan itu dilakukan.

“Bayarnya Rp 40 sampai Rp 70 juta,” ujar sumber di internal Pemkab Jombang, Jumat (8/3/2018).

Besaran itu, lanjut sumber yang enggan publikasikan identitasnya itu, bergantung pada posisi yang ditempati. Misalnya untuk Satpol PP, ada yang membayar Rp 30, Rp 40, hingga Rp 70 juta. Sedangkan untuk tenaga keamanan berkisar antara Rp 55 hingga Rp 60 juta. Uang tersebut, menurutnya digunakan sebagai pelicin.

Disinggung, apa alasan yang mendasari honorer baru ini bersedia mengeluarkan uang hingga puluhan juta, sumber tersebut menyatakan, seluruh honorer baru itu dijanjikan akan menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Lantaran tahun 2018 ini, Pemkab Jombang akan melakukan pengangkatan bagi para honorer menjadi PPPK.

“Memang sekarang baru masuk gajinya masih kecil, kalau tenaga keamanan di DPRD dengan ijazah SMA Rp 1 juta sedangkan ijazah S1 Rp 1,2 juta. Sedangkan yang di Satpol PP sekitar Rp 400 ribu. Tapi kalau jadi PPPK nanti gajinya setara dengan PNS sesuai dengan golongannya, dan mendapat tunjangan. Itu yang membuat mereka bersedia membayar sampai puluhan juta,” tuturnya.

Desak Plt Bupati Jombang dan Penegak Hukum Turun Tangan

Sementara itu, maraknya praktik suap di lingkup Pemkab Jombang, utamanya dalam perekrutan tenaga honorer terus mendapatkan sorotan dari berbagai pihak. Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan, Aan Anshori kembali mendesak agarat aparat penegak hukum turun tangan guna memberantas praktik kotor tersebut.

“Dugaan komersialisasi jabatan di lingkungan Pemkab Jombang merupakan hal yang tidak mengagetkan. Tertangkapnya Nyono (bupati Jombang non-aktif, red) kemarin sebenarnya mempertegas satu hal, yakni jika atasan busuk, maka ekor pun pasti akan busuk,” katanya.

Untuk itu, Aan mendesak agar Plt Bupati Jombang, Mundjidah Wahab melakukan ivestigasi perihal dugaan praktik pungli penerimaan pegawai itu. Yakni dengan mengaktifkan kembali Tim Saber Pungli di Pemkab Jombang.

“Meskipun kecil kemungkinan dia (Plt Bupati Jombang Mundjidah Wahab) akan berani melakukan hal itu, karena ia punya beban historik, namanya disebut menerima uang dalam sidang Tipikor kasus Nyono,” sindir Aan yang juga aktivis GUSDURian ini.

Menurut aktivis Jombang angkatan 2000-an ini, polisi dan kejaksaan bisa lebih proaktif dalam menelusuri peristiwa dugaan pungli dan suap penerimaan pegawai honorer itu. Ia juga mendorong agar para Korban pungli berani melapor atau memberikan data ke penegak hukum.

“Saya juga memastikan Tim Saber Pungli di level nasional tahu mengenai hal ini (pungli penerimaan pegawai honorer, red) dan bisa menekan tim yang sama di kabupaten (Saber Pungli Kabupaten Jombang). Saya menduga kuat, uang pungli ini tidak dinikmati satu orang saja, melainkan mengalir ke banyak orang,” tandasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Z Arivin
Sumber
https://nasional.tempo.co/read/1044169/jk-keterbukaan-informasi-publik-penting-di-era-demokrasi