Opini

Bupati-Wabup Jombang Baru, Jadilah ” Dirigen” Bukan Hanya Birokrat

Cangkrukan Ringin Cotong

Oleh : Yusron Aminulloh

SALAH satu karya Pak Nyono dalam 5 tahun kemarin yang tidak bisa dilupakan adalah, infrastrukur. Jalan diperbaiki dimana mana, Balai Desa dibangun dimana-mana, ada geliat fisik nyata.

Lepas dana APBD atau APBN, karya nyata kepemimpinan Nyono Suharli-Mundjidah Wahab tak bisa kita lupakan adalah pembangunan fisik. Itu menancap dihati rakyat dan menunjukkan kehadirannya memang ada. Bahwa ada info dibalik “proyek infrastruktur” itu perusahaan-perusahaan bayangan milik penguasa adalah hal yang tak perlu lagi dibicarakan.

Bahkan konon, ada 3 bupati punya tipekal sama, membangun infrastruktur. Yakni, Bupati Jombang, Mojokerto dan Nganjuk. Ditiga kota ini, karakteristik kepemimpinannya sama. Yang diutamakan jalan-jalan mulus sampai pelosok desa. Hal positif yang patut diapresasi.

Bahwa kemudian ketiga Bupati ini terjerat KPK, apakah ini kesengajaan atau tidak, tentu kita tidak paham. Yang jelas konon tiga bupati ini “satu perguruan”. Entah siapa guru dan murid diantara ketiganya.

Episode Baru

Banyak pemimpin baru yang “membuang” atau minimal mengabaikan program pemerintahan sebelumnya. Ini karena mereka anggap tidak sesuai dengan visi dan misinya.

Tentu pendekatan kekuasaan ini akan mengabaikan rasa keadilan. Terutama rasa keadilan bagi rakyat. Karena bagi rakyat tidak begitu penting apa program pemimpinnya. Tapi rakyat ikut merasakan nikmatnya pembangunan, itulah yang utama.

Maka, pemimpin baru Jombang, Mundjidah Wahab-Sumrambah sudah seharusnya melanjutkan apa yang sudah dirintis Bupati sebelumnya. Terutama menyangkut pembangunan jalan jalan mulus hingga desa.

Soal program lain, soal misi dan visi pembangunan sesuai janji kampanye tentu wajib dilaksanakan. Bahwa efek langsung pembangunan sementara ini masih dominan membangun Jombang, bukan membangun masyarakat Jombang, adalah realitas yang tidak bisa dihindari.

Maka pendekatan fisik yang dilakukan Pak Nyono, sudah seharusnya dilanjutkan dengan pembangunan non fisik. Yakni pembangunan nilai. Dalam hal ini, Jombang harus belajar pada Banyuwangi dan Surabaya. Dua pemimpin kota ini mampu menumbuhkan partisipasi masyarakat secara maksimal.

Sense of Belonging, rasa ikut memiliki warga dua kota terhadap pembangunan sangat tinggi. Pembangunan dan pengembangan kota bukan hanya milik, hak dan kewajiban Pemda, namun menjadi milik warga.

Kampung kampung di Surabaya, warganya guyup rukun bangun kampung jadi bersih, taman indah dimana-mana. Sampah bukan saja urusan Dinas Kebersihan namun menjadi urusan warga.

Banyuwangi maju pesat, karena warganya terlibat memajukan kotanya. Wisata dan budaya lokal menggeliat karena partisipasi aktif masyarakat.

Jombang bagaimana? Warganya belum banyak dilibatkan. Musrenbag desa, kecamatan hingga kabupaten masih normatif. Pendekatan birokratif masih dominan. Sudah saatnya lahirkan enterprenuer-enterprenuer baru di Jombang.

Bupati dan Wabup baru jangan hanya lahir menjadi pejabat baru. Jadilah “Dirigen” bagi orkestra pembangunan yang pemainnya adalah rakyat Jombang.

Penulis merupakan penjaga nilai Rumah Belajar MEP Jalan Agus Salim 9 Jombang.