JEMBER, FaktualNews.co – Kesepakatan baru antara angkutan online dan konvensional beberapa waktu lalu, dinilai merugikan hak-hak konsumen. Karena kesepakatan itu mengorbankan kepentingan masyarakat umum.
“Seperti dijelaskan dalam (salah satu) poin itu, pembatasan bagi ojek online, yang (juga) membatasi konsumen untuk mendapatkan haknya. Yakni terkait layanan angkutan yang diinginkan. Saya tidak membela ojek online, tetapi dalam poin itu, dilarang mengambil penumpang atau konsumen di titik tertentu (malah menyusahkan konsumen),” ujar Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jember Abdil Furqon, Jumat (10/8/2018).
Sebab, dalam poin kesepakatan tersebut, kata Abdil, tidak ada penjelasan konkret, dan jelas mengenai kepentingan konsumen sebagai pengguna jasa.
“Menurut kami, kesepakatan ini sangat jauh dari kehendak masyarakat, yakni konsumen. Karena di sini, tidak menyebutkan bagaimana kepentingan konsumen (dapat terakomodir),” ujarnya.
Abdil mencontohkan, saat ojek online dipilih konsumen, untuk diminta menjemput anaknya di sekolah, ataupun juga untuk menjemput pasien pulang dari rumah sakit.
“Hal itu kan terserah konsumen. Apakah mereka yang memiliki anak, mau menjemput anaknya menggunakan ojek online si A, terus karena adanya itu (kesepakatan baru), si konsumen harus berjalan sejauh 350 meter dari tempatnya berada, lah kasian juga si anak. Apalagi jika anak itu masih SD,” jelasnya.
Tentu hal ini harus menjadi pertimbangan dari adanya kesepakatan tersebut. Adanya poin kesepakatan tersebut, tentu suatu persoalan bagi konsumen. Masyarakat sebagai konsumen, kata Abdil, berhak menentukan sendiri akan menggunakan jasa transportasi yang mana.
“Sehingga deklarasi ini (kesepakatan damai), bukan malah melindungi hak-hak konsumen, tapi malah sebaliknya,” tegasnya.
Menurut undang-undang, lanjutnya, konsumen berhak untuk mendapat perlindungan, pelayanan yang nyaman, serta keselamatan. “Sehingga, konsumen lebih mendapatkan kemudahan bagi dirinya,” tandasnya. (Hatta)